REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta orang tua agar meluangkan waktu untuk mendengar cerita dari anak tentang pengalaman mereka saat berada di sekolah.
"Sebagai orang tua, pekerjaan kita banyak di kantor, di rumah nanti masih bersih-bersih, beres-beres. Ketika anak ingin cerita, kita pikir nanti dulu lah, seolah-olah dia bukan bagian dari yang harus kita dengarkan," kata Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan KemenPPPA Amurwani Dwi Lestariningsih.
Hal itu dikatakannya dalam diskusi seputar perundungan (bullying) di sekolah yang belakangan marak mencuat. Menurut Amurwani, meluangkan waktu untuk anak, penting. Sebab anak-anak terkadang mendapatkan perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan di sekolah.
Ia mengatakan, anak-anak biasanya menjadi korban kekerasan psikis yang sulit untuk dideteksi karena tidak ada bukti fisiknya. "Kekerasan psikis itu sebenarnya lebih kejam daripada fisik. Kalau fisik, memar kelihatan, patah, kelihatan," kata Amurwani.
Selain itu, pemulihan anak korban kekerasan psikis membutuhkan upaya dan waktu yang lebih berat. Karena pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut terekam dalam memorinya.
Menurutnya, anak korban kekerasan berpotensi untuk melakukan perbuatan yang sama kepada orang lain jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu, KemenPPPA bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah menyusun Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan untuk mencegah terjadinya kekerasan di sekolah.
"Ketika menyusun Permendikbud 46 itu, bahwa siapapun pelaku kekerasan, baik itu secara psikis, fisik, kepada anak-anak terutama, maka tidak bisa ditoleransi," kata dia.
Amurwani berharap dengan adanya peraturan tersebut, para pelaku kekerasan terhadap anak di sekolah dapat menerima hukuman yang setimpal.