REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, sangat kuatir akan dampak negatif dari masa-masa penuh disrupsi yang kini melanda masyarakat. Demikian negatifnya masa penuh ketakmenentuan itu, hingga sebagian masyarakat lebih percaya kepada para pendusta dibanding kepada pemegang amanat.
Masa penuh disrupsi, kata Kiai Mif sapaan akrab Pengasuh Pondok Pesantren Miftachussunah, Kedungtarukan, Surabaya itu, dipenuhi dengan kesamaran antara yang benar (haq) dengan yang batil. Seorang pembohong bisa lebih dipercaya, lanjut Kiai Mif, tapi yang berkata jujur justru tidak dipercaya.
"Zaman disrupsi menjadikan sahibul amanah (orang yang bisa dipercaya, justru kalah dengan para pembohong. Umat Islam, terutama kaum santri, harus bisa mengekang, mengendalikan diri, zaman disrupsi itu dengan mengedepankan akhlak. Akhlak menjadi pijakan kita bermasyarakat di tengah zaman yang terus berubah," kata Kiai Mif di Surabaya, Ahad (8/10/2023).
Rais Aam PBNU mengungkapkan hal itu saat membuka "Ngaji Revolusi Mental", digelar PBNU kerja sama Kemenko PMK, di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan Surabaya. Ngaji ini mengangkat sejumlah tema Revolusi Mental terkait nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia, seperti gotong royong, etos kerja dan integritas kepribadian.
Tampil sebagai narasumber ; Dr Andre Notohamijoyo, SSos MSM, Asisten Deputi Pemajuan dan Pelestarian Kebudayaan, Kemenko PMK, KH Nurul Yakin Ishaq Katib Syuriyah, Prof Dr M Mukri, Ketua PBNU, KH M Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur. Para moderator adalah Riadi Ngasiran dan Khudori Faraby.
Dalam sambutannya, Ketua Penyelenggara PBNU, H Choirul Sholeh Rasyid, menjelaskan kegiatan "Ngaji Revolusi Mental" merupakan perwujudan kerja sama PBNU dengan Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. "Kegiatan ini rangkainnya diadakan di pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah," ujarnya.
Pesan-pesan penting
Prof Dr Mukti menekankan pentingnya sikap gotong-royong dan menjaga persatuan. Persatuan yang kokoh akan menjadikan bangsa kita tidak mudah tercerai-berai. "Islam sangat mementingkan persatuan dan saling menolong, sebagaimana diamanahkan KH Hasyim Asy'ari dalam Qanun Asasi Nahdlatul Ulama dan Risalah Ahlussunnah waljamaah. Ini merupakan modal kita menuju masa depan yang lebih baik," tutur Prof Mukri, yang juga Ketua PBNU.
Sedang Andre Notohamijoyo menegaskan pentingnya menjaga identitas bangsa, termasuk dalam hal kreativitas. Pengaruh yang jelas bisa dilihat dari gandrungnya masyarakat terhadap produk asing. Seperti drama Korea, dan film animasi dari negeri jiran Malaysia, Ipin Upin.
"Dengan menjaga identitas dan menghargai budaya kita kita menemukan jati diri. Dengan menjaga identitas dan budaya kita sendiri kita akan mencapai tujuan yang dicita-citakan para Pendiri Bangsa, " katanya.