Senin 09 Oct 2023 12:52 WIB

BMKG: Oktober Jadi Bulan Terpanas untuk Pulau Jawa

Matahari berada di atas bumi belahan Selatan menyebabkan suhu panas di Pulau Jawa.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
BMKG melaporkan bahwa tiga daerah di Indonesia yang memiliki suhu terpanas berada di Pulau Jawa.
Foto: EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT
BMKG melaporkan bahwa tiga daerah di Indonesia yang memiliki suhu terpanas berada di Pulau Jawa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa tiga daerah di Indonesia yang memiliki suhu terpanas per tanggal 8 hingga 9 Oktober 2023 ada di Pulau Jawa. Suhu maksimum tertinggi pertama dicatat oleh BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Tengah, mencapai 37,8 derajat Celsius.

Angka yang sama (37,8 derajat Celsius) juga terpantau di BMKG Stasiun Meteorologi Kertajati, Majalengka. Lalu suhu maksimum tertinggi ketiga dicatatkan oleh Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang yang mencapai 37,3 derajat Celsius.

Baca Juga

Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Supari menjelaskan bahwa fenomena ini ada kaitannya dengan posisi matahari. Pada Oktober, dia menjelaskan, matahari berada di atas bumi belahan selatan yang kemudian menyebabkan suhu maksimum tercatat di Pulau Jawa.

“Suhu panas ini ada kaitannya dengan matahari, di mana saat Oktober matahari bergeser ke selatan, berbeda dengan Maret dan Juni yang matahari ada di ekuator. Makanya di Oktober terasa lebih panas,” kata Supari, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (9/10/2023).

Menurut catatan BMKG, fenomena di mana Pulau Jawa menjadi daerah terpanas di Indonesia, bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada 22 Oktober 2019, Semarang juga pernah memiliki suhu maksimum harian mencapai 39,4 derajat Celsius. Kemudian pada Oktober 1972, suhu maksimum hariannya lebih dari 38 derajat Celsius.

“Artinya, secara background, Oktober memang menjadi bulan terpanas di Pulau Jawa,” kata Supari.

Adapun yang menjadi ironis, cuaca panas ini juga diperparah dengan El Nino dan perubahan iklim. El Nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah.

Supari menjelaskan, El Nino tahun ini menyebabkan musim kemarau menjadi lebih kering dari biasanya sehingga curah hujan berkurang dan tutupan awan berkurang.

“Kemarau yang sangat kering itu karena ada dampak dari El Nino. Dalam kondisi kering, suhu menjadi meningkat, juga tidak ada awan atau awan sedikit sekali, sehingga matahari terasa sangat terik,” ujar Supari.

Ia juga menyampaikan bahwa BMKG telah memprediksi ancaman suhu panas yang lebih ekstrem pada tahun mendatang. Selain kontribusi kemarau itu sendiri, suhu panas yang sangat ekstrem juga merupakan kontribusi pemanasan global.

“Tapi, kami tidak bisa memprediksi titik mana yang akan mengalami suhu terpanas pada tahun mendatang. Hanya memang, pada tahun-tahun mendatang, kita prediksi suhunya akan lebih panas,” kata Supari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement