REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Maraknya kasus perundungan (bullying) yang terjadi di sekolah dinilai merupakan kesalahan kebijakan pengembangan ekosistem sekolah ramah anak.
Menurut Pengamat Pendidikan Doni Koesoema, guru bimbingan konseling (BK) di SMP dan SMA peranannya belum maksimal. Sedangkan di sistem pendidikan SD tidak ada BK.
"Ini bukan masalah guru BK saja. Masalah besarnya bukan di guru BK, tapi kebijakan keseluruhan dalam pengembangan ekosistem sekolah yang ramah anak," jelas Doni.
Banyaknya kasus perundungan dan kekerasan di lingkungan sekolah menjadi bukti bahwa sekolah belum bisa menjadi lingkungan yang ramah untuk anak. Selain itu, kurikulum saat ini dinilai memaksa peserta didik melakukan sesuatu yang belum mampu mereka lakukan.
"Kurikulum yang memaksa peserta didik melakukan sesuatu yang belum mampu mereka lakukan. Pemaksaan seperti ini juga tidak ramah anak," tuturnya.
Sementara itu, Pakar Pendidikan dan Ketua KPAI Periode 2017-2022 Susanto menilai edukasi stop bullying harus dilakukan dengan baik di sekolah, baik melalui standing banner, literasi oleh guru, project anak, dan lain sebagainya.
"Termasuk penting menumbuhkan duta- duta anti bullying dari anak untuk mencegah bullying di sekolah," kata Susanto.
Selain itu, deteksi dini agar anak tidak menjadi korban dan pelaku bullying oleh orangtua dan guru perlu dilakukan agar pola pencegahan bisa dilakukan sedini mungkin.
Sebelumnya kasus perundungan terjadi di SMPN 2 Cimanggu, Kabupaten Cilacap, di mana polisi telah menetapkan dua orang tersangka. Kedua tersangka merupakan bagian dari kelompok anak-anak bernama Barisan Siswa (Basis). Korban diketahui mengalami patah tulang rusuk hingga harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit rujukan.