Selasa 10 Oct 2023 21:25 WIB

'Literasi Digital Penting Tingkatkan Keamanan Digital'

Ada empat pilar literasi digital.

Kegiatan Literasi Digital di Keuskupan Agung yang berlangsung di Ballroom Hotel Ibis Bandung Trans Studio, kota Bandung, Ahad (8/10/2023).
Foto: dokpri
Kegiatan Literasi Digital di Keuskupan Agung yang berlangsung di Ballroom Hotel Ibis Bandung Trans Studio, kota Bandung, Ahad (8/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pemberdayaan Informatika Kemkominfo RI, Bonifasius Wahyu Pudjianto mengatakan, perkembangan teknologi digital membawa dampak positif maupun negatif dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh dampak negatif yang timbul adalah pencurian data pribadi dan penyebaran hoaks. 

Sejatinya, menurut dia, literasi digital merupakan kemampuan dasar yang wajib kita miliki agar kita dapat memanfaatkan teknologi digital secara efektif dan efisien saat menggunakan teknologi tersebut khususnya dalam meningkatkan produktivitas sehari-hari.

"Literasi digital juga penting untuk meningkatkan keamanan digital dan menghindari risiko seperti penipuan, phising, dan pencurian identitas. Selain itu literasi digital dapat membantu kita mengakses informasi dan memanfaatkan informasi tersebut dengan baik dan benar," kata Bonifasius Wahyu Pudjianto dalam kegiatan Literasi Digital di Keuskupan Agung yang berlangsung di Ballroom Hotel Ibis Bandung Trans Studio, kota Bandung, Ahad (8/10/2023).

Acara ini merupakan upaya bersama untuk meningkatkan kemampuan literasi digital nasional yang berfokus pada empat pilar, yaitu: digital skill, digital safety, digital culture, dan digital ethic.

Sekretaris Eksekutif Komsos KWI, RM P Anthonius Steven Lalu mengatakan, perkembangan teknologi merupakan sebuah anugerah karena hidup sehari-hari menjadi semakin produktif.

"Seiring dengan perkembangan teknologi, kita harus rendah hati, belajar, bekerja sama, beradaptasi, bertransformasi, dan berproduksi, yang mana hal tersebut akan dipaparkan oleh narasumber dalam acara ini yang telah diundang dan diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bersama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dari Komisi Sosial (Komsos), Komisi Kerasulan Awam (Kerawam), Komisi Kepemudaan Keuskupan Bandung," kata Anthonius.

"Semoga dengan terselenggaranya acara ini kaum muda dapat menjadi melek informasi, yang artinya mampu untuk menganalisa sumber informasi yang didapatkan sehingga tidak akan diberdayakan teknologi," ujarnya.

Mateo Jubileo Singgih yang menjadi narasumber pada acara ini membeberkan pentingnya Melestarikan Budaya melalui Media Sosial.

Mateo menjelaskan, ada empat pilar literasi digital. Pilar pertama adalah digital skill, yaitu keahlian seseorang dalam menggunakan teknologi. Contoh keahlian digital adalah kemampuan video editing dan social media management. Pilar berikutnya adalah digital culture, yaitu budaya dalam penggunaan media sosial.

Pilar ketiga adalah digital safety, yaitu keamanan secara digital. Keamanan ini bisa diterapkan terkait keamanan data pribadi maupun kebenaran fakta atau informasi tertentu. Pilar terakhir adalah digital ethics yang berarti etika dalam penggunaan media sosial.

"Tidak memerlukan modal yang besar saat memulai, namun konsistensi dan ketekunan dapat membawa seseorang menjadi sukses. Selain itu, ketika membuat konten digital, harus dipikirkan apa yang ingin disampaikan dan apa manfaat dari kontennya," jelas Mateo.

"Tertarik membuat konten terkait budaya, khususnya konten terkait Sasandu (alat musik dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur) karena memang sudah menyukai dan bermain dengan alat musiknya sejak kecil. Selain itu, didikan dari orang tua menimbulkan ketertarikan kepada budaya Indonesia," sambungnya.

Sementara itu, Devi Rahmawati yang juga menjadi narasumber pada kegiatan ini menjelaskan soal "Hidup Aman dan Nyaman di Dunia Digital".

Menurutnya, jumlah gawai dan penggunaan teknologi maupun internet pada masa pandemi Covid-19 jauh meningkat dibanding sebelum pandemi. Screen time pada saat pandemi pun bisa mencapai sembilan jam, namun sekarang sudah menurun menjadi tujuh jam.

Devi juga menjelaskan, empat pilar digital bisa disingkat menjadi CABE, yakni Cakap bermedia digital, Aman di ruang digital, Budaya bermedia digital, dan Etis dalam menggunakan teknologi.

"Pilar digital ini pun harus diterapkan di dunia sehari-hari pada masa kini karena kamera sudah dimana-mana, dengan kata lain perbuatan kita di dunia sehari-hari mudah masuk ke media sosial," ungkap Devi," ungkap Devi.

"Cakap Digital ditunjukkan dengan memeriksa sumber informasi yang kita peroleh, khususnya sekarang hoaks sudah marak. Salah satu pemeriksaan berita hoaks bisa melalui website cek.lawanhoarx.id atau ke cekhoax.id. Pemeriksaan berita hoaks pun sudah bisa melalui WhatsApp," sambungnya.

Ketidakmampuan membedakan hoaks dengan fakta tidak hanya terjadi di Indonesia, namun berbagai negara juga terkena masalah yang sama. Bahkan negara Amerika yang notabene lokasi kelahiran media sosial pun tidak bisa membedakan hoaks dengan fakta. 

"Terdapat banyak dampak negatif dari hoaks, di antaranya adalah kematian, kegagalan, kebodohan, dan lainnya. Alasan penyebaran hoaks bisa disingkat menjadi 5P, yakni Pahlawan (ingin membantu orang lain tanpa memeriksa ulang), Pengalaman (tidak ada pengalaman serupa dengan informasi yang diterima), Pergaulan terdekat (merasa sudah percaya dengan lingkungan pergaulan), Personalitas, dan Platform," jelasnya.

Sedangkan Richardus Eko Indrajit yang juga menjadi narasumber pada acara ini membahas soal "Cerdas Menggunakan Teknologi dan Media Sosial dalam Mewujudkan Algoritma Kebangsaan".

Richardus mengatakan, permainan Perception is Reality di awal menekankan pentingnya melihat sesuatu secara keseluruhan untuk mendapatkan informasi yang tepat dan sesuai kenyataan. Selain itu, permainan ini membantu mengingatkan peserta untuk tidak membiarkan persepsi dan asumsi mendahului pengetahuan tentang hal, informasi, atau masalah tertentu.

"Sejalan dengan event besar negara di tahun 2024 (Pemilu), akan banyak kejadian buruk yang terjadi yang dapat memperkeruh kondisi negara. Situasi tersebut diantaranya adalah kampanye hitam, propaganda dan manipulasi opini, polaritas dan perpecahan, cyber attack, pelanggaran privasi, serta kejadian lainnya," kata Richardus.

"Nilai Algoritma Kebangsaan ini menjadi semakin penting untuk ditingkatkan agar nilainya lebih banyak dari pada algoritma yang merusak," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement