REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Matematika kerap dilaporkan menjadi momok bagi siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah. Seiring dengan fenomena masyarakat 5.0 bahwa peran teknologi tidak bisa ditolak.
Peneliti Psikologi dari Universitas Padjadjaran Shally Novita menilai, virtual reality (VR) dapat dimanfaatkan untuk membantu proses pembelajaran matematika di tingkat pendidikan dasar (SD) di Indonesia. Dia menjelaskan, tim peneliti dari Fakultas Psikologi Unpad mencoba menjadikan VR sebagai bagian asesmen dari mata pelajaran matematika.
Dikatakannya, penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah teknologi memberikan warna tersendiri dalam asesmen matematika anak SD. “Kami merekomendasikan penggunaan teknologi VR pada anak SD agar anak-anak lebih terbiasa mengoperasikan alat yang dapat menunjang pembelajaran. Hendaknya penggunaan teknologi untuk pembelajaran dapat terus ditingkatkan karena secara alami anak tampaknya akan lebih senang belajar dengan menggunakan teknologi,” ungkap Novita dalam podcast Hasil Riset dan Diseminasi (HaRD Talk) Universitas Padjadjaran yang diunggah pada kanal YouTube @unpad.
Rekomendasi ini muncul berdasarkan asesmen matematika pada anak-anak yang bersekolah di lima SD Negeri di Bandung dengan menggunakan tiga metode: paper pencil, tablet, dan VR.
“Kami melakukan asesmen matematika pada anak-anak yang bersekolah di lima SD Negeri di Bandung dengan menggunakan tiga metode: paper pencil, tablet, dan VR. Seluruh item yang berjumlah 35 dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),” katanya.
Berdasarkan penelitian ini, papar Novita, tim peneliti menemukan skor kelompok VR lebih rendah daripada skor paper pencil dan tablet yang mengindikasikan bahwa penggunaan teknologi VR berhubungan dengan skor matematika anak. Selain itu, analisis time reaction juga menunjukkan anak lebih membutuhkan banyak waktu untuk mengerjakan soal di VR dibandingkan dengan di tablet.
“Hal ini bisa jadi disebabkan bahwa anak-anak yang mengikuti penelitian ini belum pernah atau belum terbiasa menggunakan VR,” katanya.
Novita menambahkan, walaupun hasil skor matematika dan time reaction menunjukkan bahwa performa matematika anak pada kelompok VR lebih rendah daripada kelompok lainnya. Namun, hasil kuesioner menunjukkan bahwa anak-anak lebih menyukai asesmen matematika dengan menggunakan VR dibandingkan paper pencil.
“Anak-anak SD memiliki ketertarikan terhadap teknologi VR walaupun belum tentu mereka terbiasa dan mampu menggunakannya,” tuturnya.
Novita berharap, di kemudian hari VR bisa digunakan secara kontinyu dalam bidang pendidikan Indonesia. Dia pun berharap VR bisa memiliki kualifikasi yang bisa dipakai secara umum dan meluas.
Dia sadar, bahwa fenomena the race between education and technology akan terus berkembang dan tetap ada, khususnya di Indonesia. Novita mengaku riset ini tentunya bisa dijadikan landasan untuk mengembangkan riset lain dalam cakupan yang lebih besar lagi.
“Jadi, memang perjalanan edukasi dan perjalanan masyarakat akan ke arah teknologi. Jadi kita harus bersiap, kita harus menyiapkan anak-anak kita supaya bisa mengendalikannya. Jangan malah sebaliknya, menjadi pihak yang dikendalikan oleh teknologi,” pungkasnya.