Rabu 11 Oct 2023 01:06 WIB

Mengenal Ibnu Duraid, Ilmuwan Muslim yang Ahli di Bidang Cuaca

Ibnu Duraid dikenal sebagai ilmuwan muslim ahli cuaca.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
 Mengenal Ibnu Duraid, Ilmuwan Muslim yang Ahli di Bidang Cuaca. Foto:  Ulama (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Mengenal Ibnu Duraid, Ilmuwan Muslim yang Ahli di Bidang Cuaca. Foto: Ulama (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Musim panas di Indonesia belum berakhir. Masyarakat menunggu-nunggu kapan akhir dari kemarau ini akan berakhir. Di sisi ini, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan, pihaknya memprediksi kemarau panjang akan berakhir secara bertahap dimulai dari Oktober akhir.

Secara bertahap, hujan akan mulai turun pada November dengan wilayah yang berada di khatulistiwa hingga Indonesia bagian Selatan akan relatif mengalami keterlambatan. Perihal perkiraan cuaca, khazanah Islam mencatat catatan emas tentang ilmuwan Muslim ahli dalam bidang cuaca. Siapa dia?

Baca Juga

Dia adalah Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan ibn Duraid al-Azdi al-Basri ad-Dawsi. Dia adalah seorang ahli tata bahasa terkemuka di Basrah, digambarkan sebagai cendekiawan paling ulung, filolog terpandai, dan penyair pertama pada zamannya.

Dilansir di Muslim Heritage, namanya berasal dari Baṣrah (Irak) pada era Abbasiyah. Ibnu Duraid saat ini paling dikenal sebagai leksikografer kamus berpengaruh, Jamhara fi 'l-lugha. Ketenaran kamus komprehensif bahasa Arab ini berada di urutan kedua setelah pendahulunya, Kitab al-‘Ayn.

Karya Ibnu Duraid Al-Azdi merupakan salah satu contoh observasi eksperimental fenomena udara. Ia berkembang pada akhir abad ke-9 Masehi. Darinya kita menemukan gambaran ilmiah tentang prakiraan cuaca, awan, dan jenis curah hujan serta pengaruhnya terhadap tanah dan sumber air tanah.

Contoh ilmu pengetahuan Islam yang mencatat pengamatan eksperimental fenomena udara adalah karya Ibnu Duraid Al-Azdi. Lahir di Basra, 837 Masehi atau 223 Hijriyah. Dia meninggal di Bagdad pada tahun 933 Masehi atau 321 Hijriyah.

Ia berkembang pada akhir abad ke-9 atau awal abad ke-10 Masehi. Banyak karya yang ia selesaikan namun karya utamanya adalah buku “Deskripsi Hujan dan Awan”. Edisi pertama dari dua edisi ditulis oleh Orientalis Inggris William Right (1830–1889), edisi kedua oleh Ezidden Al-Tanokhi (Damaskus 1963).

Terdapat 27 bab dari karya ini yang menggambarkan peristiwa udara yang diamati dan untuk pertama kalinya deskripsi ilmiah tentang hujan dan awan di dunia. Buku ini membahas tentang prakiraan cuaca, uraian tentang awan, geraknya, akumulasi, penebalan dan perubahan bentuk serta jenis-jenis curah hujan serta pengaruhnya terhadap tanah dan sumber air tanah.

Karya tersebut membuat deskripsi dan observasi spesifik dengan menggunakan beragam idiom Arab, yang sangat cocok dengan keberagaman fenomena. Ini menjelaskan topografi awan yang tercatat di halaman 111. Ia juga mengamati awan-awan yang terletak di atas satu sama lain seperti Al-Rabab (awan yang menghubungkan satu sama lain), dan bentuknya sehubungan dengan permukaan bumi dan relief topografi. Ini juga menjelaskan corak dan warnanya.

Misalnya Al-Hamma’a dan Al-Hawwa’a (awan hitam berubah menjadi merah). Ini mengacu pada Al-Karha'a (petir yang muncul di puncak awan, seperti bentuk bisul) dan Al-Hawla'a (penuh air). Ketinggian dan penyebaran awan juga digambarkan terutama saat matahari terbenam.

Karya tersebut membagi keringanan, (yakni terbagi di halaman 4-6, 14, 15, 22, 24) menurut intensitas cahayanya: Al-hafo bentuk terlemah, Al-wamed, yang menyerupai senyum kecil dan Al-wallaf, yang menyerang dua kali. Terdapat gambaran hujan lebat dan guruh pada halaman 6, 14, 18, 27 dengan intensitas suara yang beragam yang berhubungan dengan hujan lebat seperti Al-hanen, al-zamjara yang mengaum, Al-edrab dengan suara yang keras dan Al- jaljala, yang paling keras dari semuanya.

Dengan mempelajari pergerakan dan penyebaran awan, serta intensitas petir, kita dapat memperkirakan jumlah hujan dan perkembangan intensitasnya dari rendah ke tinggi. Karya tersebut menganalisis rentang ukuran tetesan hujan yang diberi nama masing-masing seperti: Dath, Baghsh, Tash, Katkat, Deam, Wabel (hlm. 14 –8).

Intensitas curah hujan dikategorikan sebagai: Ghaith Thare (hujan deras), Tabk More'a (curah hujan yang membasahi tanah dengan dampak menyuburkan), Al-motha'anjer (aliran mengalir memenuhi tanah). Munculnya hujan dari awan terbagi menjadi Al-inbejas (meledak) dan Al-inbe’ak (hujan deras). 

Pembentukan dan pergerakan awan dijelaskan dengan referensi yang disederhanakan pada pergerakan hewan dan manusia. Misalnya, Habo Al-mo’atanek mengacu pada hewan merayap seperti unta yang naik di atas pasir, yang menandakan banyaknya air di dalamnya.

Ketika awan mengembang dan menyebar, teks tersebut menggunakan ungkapan-ungkapan yang diumpamakan dengan perubahan wujud manusia, seperti: dadanya membusung dan pinggangnya melebar. Besarnya dampak curah hujan terhadap permukaan tanah dibedakan menjadi: membasahi tanah dan dikumpulkan dengan tangan menembus batuan (sehingga lebih substansial) dan membuat pasir basah serta membentuk rawa-rawa besar yang menyebabkan terbentuknya aliran sungai di pegunungan.

Catatan ini menguraikan beberapa fenomena meteorologi umum yang dijelaskan oleh Ibnu Duraid Al-Azdi pada akhir abad ke-9.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement