Rabu 11 Oct 2023 08:15 WIB

Pengamat: Pencawapresan Gibran Bisa Memicu 'Perang'

Pencawapresan Gibran dapat menjadi mesin politik untuk meraup suara di basis Ganjar.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Prabowo bertemu Gibran dan relawan Jokowi di Angkringan Omah Semar.
Foto: Republika/Alfian
Prabowo bertemu Gibran dan relawan Jokowi di Angkringan Omah Semar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prabowo Subianto masih menanti putusan MK soal batas minimum usia cawapres untuk Gibran Rakabuming. Pengamat politik, Ahmad Khoirul Umam, menilai pemilihan Gibran memiliki dampak positif dan negatif.

Dia mengatakan, sisi positif dari pencawapresan Gibran memang bisa jadi titik temu karena merupakan putra sulung Presiden Jokowi. Terutama, untuk proses negosiasi yang alot internal Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Termasuk, dia melihat, di tengah tarik-menarik antara Golkar dengan PAN yang menginginkan Erick Thohir. Umam berpendapat, pencawapresan Gibran dapat pula menjadi mesin politik untuk meraup suara di basis Ganjar.

"Menggerus suara pendukung Ganjar Pranowo di basis-basis wilayah yang dikuasai PDIP," kata Umam, Selasa (10/10).

Namun, dia mengingatkan, pencawapresan Gibran bisa memicu perang bubat antara Prabowo atau Gerindra dengan Ganjar atau PDIP. Yang mana, lagi-lagi akan merasa dikhianati, dilangkahi dan diabaikan keluarga Jokowi.

Umam memperkirakan, jika Gibran akhirnya jadi cawapres Prabowo besar kemungkinan PDIP akan melakukan evaluasi total. Terutama, terhadap status relasi dan keanggotaan Gibran, Bobby, dan Jokowi sendiri di PDIP.

Pada saat yang sama, pencawapresan Gibran tampaknya sedang ditunggu-tunggu rival politik Jokowi sebagai narasi politik dinasti. Bisa jadi amunisi efektif menghantam legitimasi dan kredibilitas politik Presiden Jokowi.

"Sekaligus menghancurkan mesin politik pencapresan Prabowo Subianto," ujar Umam.

Pasalnya, lanjut Umam, putusan MK dan deklarasi Prabowo-Gibran akan dianggap manifestasi nyata akan ambisi besar Presiden Jokowi yang haus kekuasaan. Sebagai kelanjutan atas operasi politik Jokowi selama ini.

"Untuk mewujudkan presiden tiga periode, penundaan pemilu hingga mengokohkan posisi anak-anaknya di percaturan politik kekuasaan nasional," kata Umam.

Bahkan, narasi politik dinasti yang merujuk pasangan Prabowo-Gibran itu bisa dijadikan sebagai wacana penyalahgunaan kekuasaan. Dikait-kaitkan dengan potensi intervensi kekuasaan presiden terhadap yurisdiksi MK.

"Jika PDIP tersulut lalu berkoordinasi dengan Koalisi Perubahan yang jadi rival kekuasaan saat ini, maka tidak menutup kemungkinan membuka peluang muncul proses impeachment terhadap kekuasaan Presiden Jokowi," ujar Umam.

Selain itu, dia mengingatkan, di tataran pilpres pasangan Prabowo-Gibran akan mengonsolidasikan semua musuh-musuh politik Jokowi untuk bersatu. Termasuk, PDIP untuk melakukan perlawanan terbuka ke kekuasaan Jokowi.

Antara lain dengan mengalahkan Prabowo-Gibran. Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina itu melihat, di sinilah pertemuan Puan Maharani dan Jusuf Kalla menemukan urgensi dan relevansi.

"Sebagai koordinasi awal membuka kemungkinan kerja sama politik putaran kedua Pilpres 2024, jika Jokowi dianggap betul-betul sudah berulah dan lupa diri dengan amanah kekuasaan yang dipegang," kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement