REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menjelaskan, hujan yang terjadi di beberapa wilayah seperti Kalimantan, Sumatra, dan di daerah sekitar pegunungan belum menjadi penanda musim hujan tiba. Hujan-hujan yang terjadi beberapa waktu terakhir dipicu oleh aktivitas awan konvektif lokal.
“Apakah ini menandakan musim hujan? Ya, tidaklah. Ini kan hanya event sesaat. Terjadi karena saat ini ada siklon tropis bolaven yang memicu ketidakstabilan di atmosfer sehingga efek-efek lokal ini jadi menguat, terutama di sekitar pegunungan,” ujar Erma kepada Republika.co.id, Rabu (11/10/2023).
Sebab itu pula, beberapa hari terakhir hujan lebih banyak terjadi di Pulau Jawa bagian Tengah hingga ke Selatan, daerah yang merupakan area pegunungan. Menurut dia, yang terjadi di sana bukan hanya hujan, tapi juga disertai angin kencang. Itu dia sebut menandakan hujan tersebut dipicu oleh aktivitas awan konvektif lokal yang berintegrasi dengan topografi.
“Ini memandakan hujan ini dipicu oleh aktivitas konvektif lokal yang berintegrasi dengan topografil. Sehingga tidak hanya menimbulkan hujan, tapi di awan itu juga terbentuk angin kencang,” tegas dia.
Dia menekankan, awan setiap harinya terus berubah dengan dinamika yang sangat tinggi. Berdasarkan pengamatannya beberapa hari lalu, klaster awan konvektif terbentuk di atas Kalimantan dan Sumatra. Dari pemantauan terakhir hari ini, awan-awan tersebut sudah hampir seluruhnya luruh menjadi hujan.
“Makanya kemarin banyak hujan di Sumatera dan Kalimantan. Dan sudah terbukti beberapa dari awan konvektif tadi memicu awan-awan lokal yang terbentuk di Jawa. Sehinga kemarin ada hujan di Bogor, Bandung, dan di beberapa wilayah Selatan di Jawa Tengah,” kata Erma.
Lebih lanjut dia menjelaskan, ada beberapa proses pembentukan awan. Pertama, awan konveksi. Dimana, terjadi akibat gerakan udara dari permukaan yang naik ke atas yang dipicu oleh pemanasan yang berlebihan di permukaan atau bisa juga disebut sebagai konveksi thermal.
“Awan konvektif itu ya semua awan yang terbentuk dari proses konvektif. Proses udara naik dari permukaan ke atas karena ada pemanasan patahari,” ujar dia.
Pembentukan awan kedua, yakni yang dipicu oleh adanya konvergensi. Dimana, awan itu terbentuk karena adanya angin-angin yang berkumpul di satu titik lokasi yang membuat mau tidak mau ada gerakan udara ke atas. Awan juga dapat terbentuk karena front, perbedaan massa udara yang tidak sama.
Itu terjadi ketika ada udara dingin dan panas atau udara lembab dan kering bertemu. “Ada satu lagi pembentukan awan dipicu karena adanya efek topografi atau orografis. Biasanya di pegunungan. Gunung juga bisa memaksa udara jadi naik sehingga terbentuk awan,” tegas dia.