REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Musim kemarau panjang menyebabkan daerah-daerah di Indonesia mengalami kekeringan, termasuk di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Masyarakat desa sampai harus mengantre mendapatkan air di Embung Tirta Mulya yang ada di desa tersebut untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan mereka.
"Masyarakat biasanya menggunakan air dari embung untuk kebutuhan air ternak atau bahasa kami (Jawa) itu ngombor. Selain itu juga digunakan untuk menyirami tanaman sayur-mayur itu. Apalagi saat musim kemarau panjang saat ini, air dari embung itu sangat membantu masyarakat di Desa Tegalmulyo ini," ujar Kepala Desa Tegalmulyo, Sutarno, dalam siaran pers, Rabu (11/10/2023).
Setiap musim kemarau, desa-desa di kecamatan yang terletak di lereng Gunung Merapi selalu mengalami krisis air, termasuk Desa Tegalmulyo. Dia mengatakan, setiap hari, terutama saat musim kemarau panjang, masyarakat Desa Tegalmulyo selalu memenuhi Embung Tirta Mulya untuk mengambil air dengan menggunakan sepeda motor.
Jarak desa tersebut dari puncak Gunung Merapi hanya sekitar 4 kilometer, menjadikannya desa tertinggi di Kabupaten Klaten. Mayoritas lapisan tanah atasnya yang berupa pasir. Itu membuat air hujan jatuh langsung masuk ke lapisan tanah di bawahnya. Akibatnya, tidak ada cadangan air yang disimpan untuk musim kemarau sehingga warga mengalami kesulitan mendapatkan air.
Sebab itu, kata Sutarno, sejak embung yang dibangun PT Tirta Investama Pabrik Klaten atau Aqua Klaten dengan menggandeng Fakultas Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu hadir, manfaatnya dirasakan oleh masyarakat setempat. Embung tersebut diresmikan pada 22 Maret 2017.
"Embung ini menahan limpasan air dari lereng Merapi saat musim penghujan dan lapisan embungnya menahan air sebagai persediaan air selama masa kemarau seperti saat ini. Dengan kedalaman 5 meter mampu menampung sekitar 12 ribu meter kubik air," kata Sutarno.
Dia menuturkan, selama ini air yang ada di Embung Tirta Mulya tidak pernah kering dan sangat membantu warga Desa Tegalmulyo. Tapi, akibat musim kemarau yang sangat panjang saat ini, air di embung makin lama makin menipis. Apalagi kemarin kan sempat bocor di atas satu meter dari permukaan. "Karena itu, kita nanti akan merenovasinya dan mengurasnya lagi," kata dia.
Sutarno mengatakan, air Embung Tirta Mulya ini memang tidak bisa digunakan untuk kebutuhan air minum warga. Untuk kebutuhan air minum, kata dia, warga Desa Tegalmulyo rata-rata harus mengeluarkan dana sebesar Rp 300 ribu untuk 5.000 liter air bersih.
"Itu digunakan untuk kebutuhan air minum selama setengah bulan dan itu hanya untuk satu keluarga saja. Jadi, keberadaan Embung Tirta Mulya ini sangat membantu mengurangi beban masyarakat untuk membeli air," ujar Sutarno.
Embung Tirta Mulya dibangun bersama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten, akademisi UGM dan Aqua Klaten. Berawal dari kebutuhan masyarakat, bersama para relawan Merapi didukung tim riset UGM Yogyakarta di bawah bimbingan Heru Indrayana dan juga bantuan CSR milik PT Tirta Investama dan atas ijin dari Balai Taman Nasional Gunung Merapi Magelang dibangunlah embung.
Bangunan air yang hampir menyerupai lonjongan itu didesain dengan pagar besi dan paving sebagai jalan setapak mengelilingi embung dengan tanaman hias di sekelilingnya. Embung Tirta Mulya mampu menampung air hujan sampai 12 ribu meter kubik sehingga tidak saja mencukupi kebutuhan air baku dan untuk irigasi.