REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan pada Rabu (11/10/2023), 60 persen dari korban luka-luka akibat pemboman Isarel di Gaza adalah perempuan dan anak-anak. Wakil Menteri Kesehatan di Gaza Yusuf Abu al-Reesh mengecam kondisi layanan medis di bawah standar di wilayah yang diblokade tersebut.
"60 persen dari cedera yang disebabkan oleh serangan udara Israel di Jalur Gaza berdampak pada perempuan dan anak-anak," ujar al-Reesh dikutip dari Anadolu Agency.
Gaza saat ini menghadapi kondisi yang mengkhawatirkan usai serangan tanpa henti dari pasukan militer Isarel hingga penutupan aliran listrik, makanan, hingga obat-obatan. "Semua tempat tidur rumah sakit telah habis, dan obat-obatan serta pasokan medis berada di ambang kehabisan," ujar al-Reesh.
Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pun telah memperingatkan Jalur Gaza akan menghadapi bencana kemanusiaan jika koridor aman tidak dibuka untuk bantuan. “Jalur Gaza akan mengalami bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya jika koridor aman tidak dibuka untuk kedatangan bantuan kemanusiaan, termasuk pasokan medis, makanan, dan air,” kata juru bicara UNRWA Adnan Abu Hasna.
Israel terus menutup seluruh perlintasan perbatasan dengan Jalur Gaza, sehingga mustahil ada bantuan kemanusiaan yang bisa masuk. “Dalam beberapa jam mendatang Gaza akan kehabisan bahan bakar dan rumah sakit tidak dapat beroperasi lagi. Situasi yang terus berlanjut berarti Jalur Gaza akan kehilangan makanan dalam waktu dua minggu," kata Abu Hasna.
UNRWA mengatakan sebelumnya, bahwa lebih dari 175 ribu orang di Gaza telah mengungsi di 88 sekolahnya. Jumlah itu terus meningkat karena serangan udara Israel yang terus berlanjut.
Israel telah melancarkan kampanye militer yang berkelanjutan dan kuat terhadap Jalur Gaza, sebagai respons terhadap serangan kelompok Palestina Hamas di wilayah Israel dan permukiman ilegal pada 7 Oktober 2023. Beberapa komunitas internasional telah menyerukan deeskalasi dan negosiasi menuju penyelesaian konflik secara damai. Seiring dengan berkembangnya konflik, komunitas global masih mengkhawatirkan potensi kekerasan lebih lanjut dan dampaknya terhadap warga sipil yang tidak bersalah.