REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Yeva Rosana, menegaskan tidak ada kaitan antara penyuntikan vaksin human papillomavirus (HPV) dengan kemungkinan perempuan mengalami kemandulan. Pasalnya, vaksinasi bertujuan mencegah infeksi.
“Vaksin itu tujuannya mencegah infeksi. Pun kalau sudah terinfeksi, vaksin diharapkan tidak membuat parah penderita. Sementara, kemandulan itu terjadi karena adanya infeksi yang tidak diobati, tentu keduanya jadi tidak relevan,” kata dia di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Ia mencontohkan tentang kasus penderita penyakit gonore yang berisiko tinggi mengalami kanker serviks. Dalam kasus itu, kata dia, perlekatan di organ reproduksi justru terjadi karena infeksi bakteri penyebab gonore yang membuat sel telur tidak bertemu dengan sperma.
“Sekali lagi itu salah informasi. Vaksin membentuk antibodi untuk melawan virus sebelum terjadi infeksi, terlihat melalui berbagai respons tubuh, seperti nyeri ringan, kemerahan. Kalau perlekatan-perlekatan yang menyebabkan kemandulan tadi merupakan efek setelah terinfeksi,” ujarnya.
Ia menjelaskan imunisasi HPV untuk mencegah penyakit kanker serviks yang disebabkan infeksi HPV dengan tingkat keberhasilan mencapai 100 persen jika diberikan dua dosis pada anak perempuan saat berusia 9-13 tahun. Oleh karena itu, ia mengimbau perempuan dengan faktor risiko tinggi terkena infeksi HPV, baik melalui aktivitas seksual dengan lebih dari satu pasangan maupun gaya hidup tidak sehat, seperti merokok, sebaiknya melakukan vaksinasi HPV.
Kegiatan imunisasi HPV menjadi wujud komitmen Indonesia dalam pencegahan kanker serviks yang dibuktikan dengan masuknya imunisasi tersebut dalam Program Imunisasi Nasional sejak 2023. Imunisasi HPV diberikan dua dosis kepada anak perempuan sebelum lulus SD/MI atau sederajat dalam kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) setiap Agustus.