REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, mengatakan angka harapan hidup kaum perempuan di Indonesia lebih tinggi dari pada laki-laki. Ini berarti kaum perempuan lebih panjang umurnya.
Pernyataan ini disampaikan Hasto saat menjadi narasumber dalam Forum Dialog Penanganan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting melalui Penguatan Ketahanan Ekonomi di Kulon Progo pada Rabu (11/10/2023). Acara ini juga dirangkai dengan penyerahan bantuan stunting berupa telur kepada masyarakat yang akan dibagikan oleh Babinsa dan Bhabinkamtibnas.
Komposisi demografi demikian, kata Hasto, mengharuskan Indonesia harus menghindari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap. Dijelaskan Hasto, pada 2035, Indonesia sudah aging population.
Saat ini di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat sekitar 16 persen usia tua. Banyak sekali janda-janda tua fakir miskin, sehingga semakin banyak nanti akan sangat sulit menurunkan angka tingkat kemiskinan.
"Karena umumnya pendidikannya rendah, penghasilannya rendah, tidak punya tabungan. Karena itu harus dihindari middle income trap," kata Dokter Hasto Wardoyo, dalam siaran persnya, Kamis (12/10/2023).
Angka harapan hidup perempuan, menurut dia, lebih panjang daripada laki-laki. Dari data BKKBN, secara demografi usia 35 tahun ke atas didominasi oleh perempuan.
"Middle income trap merupakan suatu perekonomian yang mengalami penurunan dinamis yang tajam setelah berhasil bertransisi dari status berpenghasilan rendah ke menengah,” papar dia.
Dalam dialog itu, Hasto juga memaparkan mengenai pilar Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN Pasti). Dalam RAN Pasti ada 5 pilar, yaitu komitmen, massive information system, konvergensi, data dan inovasi, serta evaluasi.
Itu sebabnya, lanjut dia perlu ada lapangan kerja yang ditujukan untuk menyerap golongan rentan, "kalau bisa semua yang punya usaha atau kegiatan untuk masyarakat ya disasarkan pada keluarga dengan risiko tinggi stunting," kata Hasto.
Pj. Bupati Kulon Progo Ni Made Dwipanti Indrayanti, mengatakan bahwa kegiatan ekonomi di Kulon Progo sudah banyak, termasuk gerakan bela beli Kulon Progo yang sudah digagas sejak jaman Hasto.
"Ini adalah awal bagaimana Kulon Progo mencintai produknya sendiri. Selain itu juga menciptakan motif batik yang sangat dikenal dengan Geblek Rentengnya, sudah mendapatkan penetapan dan menjadi ciri khas dari Kulon Progo,” kata Ni Made Dwipanti.
Ia berharap menggeliatnya ekonomi masyarakat di Kulon Progo, dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat sehingga angka kemiskinan bisa menurun.
Kulon Progo juga mengeluarkan kebijakan untuk Rasda (Beras Daerah). “Kebijakan supaya ASN membeli produk dari petani lokal 10 kg per bulan, dalam rangka menstabilkan ekonomi masyarakat,” ungkap Ni Made Dwipanti.
Sejalan dengan hal tersebut, mewakili Deputi bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK, Nur Budi Handayani juga berbicara mengenai penanganan kemiskinan ekstrem. “Poverty trap yaitu keluarga miskin yang melahirkan keluarga miskin akhirnya terjebak dan melahirkan anak stunting,” kata Nur.
Ia menyebutkan strategi penghapusan kemiskinan ekstrem yaitu pengurangan beban, peningkatan pendapatan, dan kantong kemiskinan. "Kita sering lupa bahwa keluarga kecil yang baru menikah yang masih berada di keluarga miskin tidak tersentuh bantuan. Mereka kita rangkul dengan diberdayakan diberikan modal, sehingga mereka menjadi orang yang berdaya dan mandiri," ucapnya.