Kamis 12 Oct 2023 13:40 WIB

AFPI Surati KPPU Soal Dugaan Kartel Bunga Pinjol

OJK memastikan saat ini tengah menyiapkan aturan turunan berkaitan bunga pinjol.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Lida Puspaningtyas
Direktur Eksekutif AFPI Kuseriansyah, Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr dan Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar saat konferensi pers menyampaikan hasil investigasi kasus bunuh diri terduga nasabah AdaKami di Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Foto: Republika/Retno Wulandhari
Direktur Eksekutif AFPI Kuseriansyah, Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr dan Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar saat konferensi pers menyampaikan hasil investigasi kasus bunuh diri terduga nasabah AdaKami di Jakarta, Jumat (6/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini tengah melakukan penyelidikan awal terkait dugaan suku bunga pinjaman online. Khususnya bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Berkaitan dengan hal tersebut, AFPI memastikan saat ini sudah merespons dugaan tersebut. "Ya kita lagi sudah mengirim surat untuk bertemu, tapi dari KPPU belum ada jawaban. Kita lagi tunggu jawabannya," kata Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Kamis (12/10/2023).

Entjik menuturkan, pada dasarnya mengenai suku bunga pinjaman tersebut nanti akan diatur. Saat ini, OJK tengah menyusun aturan batas atas suku bunga pinjolBerkaitan dengan aturan tersebut, Entjik memastikan AFPI juga diajak membahas bersama dengan OJK.

"Ya pasti kita diskusi lah. Untuk detailnya nanti segera kami bikin rilis," ujar Entjik.

OJK memastikan saat ini tengah menyiapkan aturan turunan berkaitan bunga pinjol.

"Saat ini OJK menyusun peraturan turunan yang mengatur besaran manfaat ekonomi," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, dalam konferensi pers RDK bulanan OJK September 2023, Senin (9/10/2023).

Dia menuturkan, jika aturan tersebut sudah terbit, platform P2P lending atau pinjol wajib menerapkan. Agusman menegaskan penyelenggara P2P lending wajib tunduk atas aturan tersebut.

"Kami berupaya menemukan titik keseimbangan agar pelayanan tetap aman nyaman, dan terjangkau serta juga menjaga minat pemberi dana melalui p2p sehingga industri tersebut dapat tumbuh sehat," kata Agusman.

Agusman menjelaskan batas maksimal dari bunga pinjaman layanan P2P lending ditetapkan pertama kali oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada 2018 lalu dengan besaran 0,8 persen.

Selanjutnya, seiring dengan perkembangan industri, bunga pinjaman, dan biaya lainnya menjadi 0,4 persen per hari. Aturan tersebut berlaku sejak 2021 hingga saat ini dan total biaya keterlambatan maksimal 0,8 persen per hari.

Lalu, berdasarkan Pasal 29 POJK Nomor 10 Tahun 2022, penyelenggara P2P lending diwajibkan untuk memenuhi batas maksimal dari manfaat ekonomi pendanaan yang berlaku. Lalu, saat ini OJK tengah menyusun peraturan turunan untuk memperketat metode pinjol yang sehat di Indonesia.

Saat ini KPPU mulai melaksanakan penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). KPPU segera membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut.

“Proses penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas,” kata Direktur Investigasi Sekretariat KPPU Gopprera Panggabean dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (4/10/2023).

Gopprera menjelaskan, penyelidikan tersebut berawal dari penelitian yang dilakukan KPPU atas sektor pinjol berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat.

Dari penelitian tersebut, Gopprera mengatakan KPPU menemukan bahwa terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen, khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen nol per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman.

“KPPU menemukan bahwa penetapan AFPI tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar,” kata Gopprera.

Berdasarkan informasi dari laman resmi AFPI, terdapat 89 anggota yang tergabung dalam fintech lending atau peer-to-peer lending. KPPU menilai penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement