REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Bina Usaha Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Septo Soepriyatno menyebutkan bahwa revisi Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 yang mengatur terkait ketentuan penerbitan surat tanda pendaftaran waralaba (STPW) dilakukan demi memajukan bisnis waralaba (franchise) nasional.
"Demi memajukan bisnis waralaba kita. Nah, yang direvisi itu ialah pada syarat untuk pelaku usaha mendapat STPW dari sebelumnya minimal lima tahun, dipersingkat menjadi tiga tahun saja," kata Septo di Jakarta, kemarin.
Pernyataan itu disampaikan Septo kepada wartawan saat menghadiri pembukaan Indonesia Licensing Expo 3rd 2023 di JIExpo Kemayoran.
Septo memaparkan, syarat minimal lima tahun pelaku usaha mikro menjalankan bisnis usahanya sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kewirausahaan dalam negeri saat ini. Sekaligus pula ia mengaku, berdasarkan kajian bersama para pihak asosiasi, syarat tersebut dianggap justru menjadi penghambat keinginan pelaku usaha mikro dalam negeri menjalankan skema bisnis waralaba.
Berdasarkan data yang inventaris Kemendag tercatat pada 2021 ada sebanyak 31.188 gerai usaha mikro di dalam negeri yang beroperasi dan mampu menyerap sebanyak 53.670 tenaga kerja atau meningkat 40 persen dibanding 2020. Namun, ia menyebutkan, dari jumlah gerai usaha tersebut saat ini tercatat baru sebanyak 142 waralaba dalam negeri yang memiliki STPW, padahal masih banyak usaha yang potensial untuk menjalankan skema bisnis tersebut.
"Lisensi ini langkah awal menuju waralaba, buktinya meski demikian tahun ini sudah tumbuh lima persen (penerbitan STPW). Jadi, ini merupakan solusi supaya pengusaha pemula dan menciptakan iklim usaha yang positif," kata dia.
Septo pun berharap, pelaku usaha tidak hanya tumbuh mengembangkan bisnis waralaba dengan membuka cabang di dalam negeri tapi juga di luar negeri.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM Indonesia yang membuka waralaba di luar negeri hingga tahun 2023 mencapai 1.241 unit. Di antaranya seperti Kopi Kenangan (Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Amerika Serikat), Martabak Bossku (Malaysia dan Singapura), Ayam Geprek Bensu (Malaysia dan Singapura), Soto Betawi H Mamat (Malaysia dan Singapura).
"Potensi ini sangat terbuka lebar, seiring kemajuan teknologi informasi pelaku usaha dalam negeri pun kian kreatif dan inovatif kita dukung mereka," kata dia.