DIPLOMASI REPUBLIKA, GAZA –Serangan mendadak Hamas terhadap Israel pada Sabtu (7/10/2023) masih meninggalkan misteri. Bagaimana Hamas mampu melakukannya padahal di ‘sekujur’ Gaza terpasang alat-alat canggih yang memantau gerakan warga Gaza, termasuk Hamas.
Namun pada akhir pekan lalu, Hamas mampu menggerakkan buldoser, glider, dan sepeda motor untuk mengatasi angkatan bersenjata terkuat di Timur Tengah. Sejumlah sumber mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi pada Hamas yang bisa melakukan serangan kejutan.
‘’Hamas memberi kesan kepada Israel tak siap untuk bertempur,’’ kata sumber yang dekat dengan Hamas, Senin (9/10), menjelaskan rencana serangan Hamas kepada Israel yang berlangsung pada Sabtu lalu.
Hamas menggunakan taktik intelijen yang tak terduga, membuat Israel salah membaca situasi dalam beberapa bulan terakhir. Mereka, diungkapkan dia, memberi kesan publik tak berkeinginan terlibat pertempuran atau konfrontasi dengan Israel.
Di sisi lain, mereka sebenarnya mempersiapkan operasi masif yang direalisasikan pada Sabtu lalu. Israel mengakui pasukannya tak waspada saat perayaan liburan. Pasukan Hamas menyerbu sejumlah kota Israel yang menewaskan 700 warga Israel dan puluhan disandera.
Israel kemudian melakukan serangan balasan yang menyebabkan kematian 400 lebih warga Palestina. ‘’Ini merupakan 9/11 kami,’’ kata mayor Nir Dinar, juru bicara pasukan pertahanan Israel. ‘’Mereka mengejutkan kami dan datang dari berbagai penjuru.’’
Mereka, menurut Dinar, bergerak melalui udara, darat, dan laut melakukan serangan ke Israel. Perwakilan Hamas di Lebanon, Osama Hamdan, menyatakan serangan itu menunjukkan Palestina memiliki kemauan untuk tujuan mereka meski menghadapi kekuatan pasukan Israel.
Sumber yang dekat dengan Hamas menceritakan, salah satu persiapan serangan terhadap Israel, Hamas membangun sebuah tiruan permukiman Israel di Gaza. Mereka berlatih pendaratan dan melakukan serbuan. Bahkan, mereka membuat video manuver itu.
‘’Israel tentu melihat mereka, tetapi meyakini Hamas tak mau terlibat konfrontasi,’’ ujar sumber tersebut.
Hamas juga meyakinkan Israel mereka lebih peduli mengenai warga Gaza memperoleh akses kerja dengan melewati perbatasan dan tak tertarik memulai perang baru. ‘’Hamas mampu membangun citra keseluruhan bahwa mereka tak siap melakukan petualangan militer melawan Israel,’’ kata dia menjelaskan.
Sejak perang 2021 dengan Hamas, Israel memberikan stabilitas ekonomi di Gaza dengan menawarkan insentif, termasuk ribuan izin kerja. Sehingga warga Gaza bisa bekerja di Israel atau Tepi Barat. Mereka bekerja di konstruksi, pertanian, dan jasa layanan yang gajinya bisa 10 kali lipat dibandingkan tingkat bayaran di Gaza.
‘’Kami meyakini fakta bahwa mereka datang untuk bekerja dan membawa uang ke Gaza akan menciptakan situasi tenang. Namun ternyata kami salah,’’ kata juru bicara lain dari angkatan bersenjata Israel.
Sumber di pihak keamanan Israel mengakui pihaknya merasa dikelabui Hamas. ‘’Mereka membuat kami berpikir bahwa mereka menginginkan uang. Dan sepanjang waktu mereka ikut berlatih hingga melakukan kerusuhan itu.’’
Sebagian bagian dari dalih ini dalam dua tahun ke belakang, Hamas menahan diri melakukan operasi militer terhadap Israel. Bahkan, saat kelompok pejuang lain yang berbasis di Gaza, Jihad Islam menembakkan serangkaian roket ke Israel.
Tindakan Hamas ini, jelas sumber tersebut, menuai kritik dari sebagian pendukungnya. Sekali lagi, ini untuk membangun kesan Hamas lebih memperhatikan persoalan ekonomi dibandingkan menyulut perang baru dengan Israel.
Bahkan, di Tepi Barat, tempat pemerintahan faksi Fatah yang di bawah Presiden Mahmud Abbas, muncul pernyataan miring soal Hamas. Pada Juni 2022, Fatah menuding para pemimpin Hamas melarikan diri ke ibu kota negara-negara Arab, hidup di vila dan hotel mewah.
Mereka dianggap meninggalkan rakyat Gaza dalam kemiskinan. Sumber pihak keamanan Israel menuturkan, ada periode Israel meyakini pemimpin gerakan di Gaza, Yahya Al-Sinwar, lebih tertarik mengelola Gaza dibandingkan menyerang Israel.
‘’Pada saat bersamaan, Israel mengalihkan fokusnya dari Hamas ke normalisasi hubungan dengan Arab Saudi,’’ ujarnya. Sumber yang dekat dengan Hamas mengungkapkan, Israel sudah lama bangga diri atas kemampuan menyusup dan memantau kelompok Islam.
Sebagai akibatnya, rencana penting yang dirancang oleh Hamas di Gaza terjaga rapi. Tak ada kebocoran. ‘’Banyak pemimpin Hamas tak menyadari rencana ini, saat latihan, 1.000 pejuang Hamas yang akhirnya diterjunkan, tak tahu-menahu alasan latihan mereka itu.’’
Saat hari-H tiba, operasi serangan dibagi empat bagian. Aksi pertama, serangan 3.000 roket yang ditembakkan dari Gaza yang diiringi penyusupan para pejuang Hamas yang terbang dengan hang glider atau paraglider untuk melewati perbatasan.
Saat mendarat, mereka langsung mengamankan wilayah itu sehingga satu unit komando elite mampu melumpuhkan benteng elektronik dan dinding yang dibangun Israel untuk mencegah penyusupan yang selama ini sulit ditembus.
Pejuang Hamas menggunakan bahan peledak untuk menghancurkan pembatas dan menyeberang pembatas dengan sepeda motor. Buldoser digunakan untuk memperlebar ruang sehingga kendaraan roda empat bisa melintas. .
Satu unit komando lain, menyerang markas pasukan Israel di selatan Gaza dan mengacaukan sistem komunikasinya. Ini mencegah terjadinya komunikasi antartentara atau kepada komandan mereka. Bagian terakhir adalah memindahkan sandera ke Gaza.
Sumber di pasukan keamanan Israel menuturkan, pasukan Israel di wilayah selatan dekat Gaza tak dalam kekuatan penuh karena dikerahkan ke Tepi Barat untuk melindungi para pemukum ilegal. Melindungi dari bentrokan dengan warga Palestina.
‘’Hamas mengeksploitasi kondisi ini,’’ kata sumber tersebut.
Dennis Ross, mantan negosiator Timur Tengah yang kini aktif di Washington Institute for Near East Policy, mengatakan kekuatan Israel terpecah akibat kekerasan di Tepi Barat, yang membuat mereka tak siap menghadapi serangan mendadak Hamas itu. (fer/reuters)