Kamis 12 Oct 2023 17:02 WIB

Rumah Sakit Israel Tolak Anggota Hamas yang Terluka

Jumlah korban meninggal di Jalur Gaza mencapai sedikitnya 1.200 jiwa.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Hamas terlihat di tengah reruntuhan masjid yang hancur setelah serangan udara Israel di Kota Gaza, 09 Oktober 2023.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Bendera Hamas terlihat di tengah reruntuhan masjid yang hancur setelah serangan udara Israel di Kota Gaza, 09 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Kesehatan Israel Moshe Arbel telah memerintahkan rumah sakit umum di negaranya untuk berhenti merawat anggota kelompok Hamas yang terluka. Arbel menyebut, dalam situasi krisis yang sedang berlangsung, fasilitas medis harus diprioritaskan bagi warga dan tentara Israel yang terluka.

Dalam suratnya kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Rabu (11/10/2023), Arbel mengungkapkan, dirawatnya para anggota Hamas yang terluka di rumah sakit umum di Israel telah menyebabkan kesulitan besar.

Baca Juga

Arbel mengatakan, pada masa-masa sulit seperti yang sedang berlangsung saat ini, sistem layanan kesehatan harus fokus sepenuhnya pada perawatan para korban, yakni warga dan tentara Israel. Di sisi lain, fasilitas medis juga harus siaga dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.

Menurut Arbel, tindakan merawat anggota Hamas yang terluka sangat mengganggu upaya tersebut. “Oleh karena itu, di bawah arahan saya, sistem kesehatan masyarakat tidak akan menangani mereka (anggota Hamas yang terluka),” tulis Arbel dalam suratnya pada Netanyahu, dilaporkan surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, dan dikutip laman Anadolu Agency.

 

Arbel menambahkan bahwa penanganan masalah ini harus dipercayakan kepada tentara Israel atau Layanan Penjara Israel. Kementerian Kesehatan Israel nantinya akan memberikan dukungan perawatan. Arbel meminta Netanyahu memberikan “panduan segera” untuk melaksanakan instruksi tersebut

Pertempuran terbaru antara Israel dan kelompok Hamas yang mengontrol Jalur Gaza pecah pada 7 Oktober 2023 lalu. Eskalasi dimulai ketika ratusan anggota Hamas berhasil melakukan infiltrasi ke wilayah Israel yang berbatasan dengan Jalur Gaza. 

Infiltrasi dilakukan sesaat setelah Hamas meluncurkan ribuan roket ke wilayah Israel. Ratusan anggota Hamas yang berhasil memasuki wilayah Israel kemudian melakukan serangan ke beberapa kota di dekat perbatasan Gaza.

Anggota Hamas dilaporkan melakukan penyerbuan ke 22 lokasi di Israel, termasuk kota-kota dan komunitas kecil sejauh 24 kilometer dari perbatasan Gaza. Ketika mundur, mereka menahan sejumlah warga untuk dijadikan sandera. Jumlah warga Israel yang disandera dilaporkan antara 100 hingga 150 orang.

Hamas menyebut serangan roket dan infiltrasi ke Israel sebagai Operation Al Aqsa Flood. Mereka mengatakan, operasi itu diluncurkan sebagai respons atas penyerbuan ke Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan pemukim.

Hingga berita ini ditulis, sedikitnya 1.200 warga Israel telah tewas akibat operasi Hamas, termasuk di dalamnya 189 tentara. Sedangkan korban luka lebih dari 3.000 orang.

Merespons operasi serangan Hamas, Israel meluncurkan Operation Swords of Iron dan membombardir Jalur Gaza. Target utamanya adalah markas atau situs lainnya yang berkaitan dengan Hamas.

Namun bangunan-bangunan penduduk turut terimbas serangan udara Israel. Hingga berita ini ditulis, jumlah korban meninggal di Jalur Gaza juga telah mencapai sedikitnya 1.200 jiwa. Sementara korban luka menembus 5.600 orang. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement