Kamis 12 Oct 2023 23:58 WIB

Manuver Kaesang Gabung PSI, Pakar: Bukan Bagian Politik Dinasti

Kaesang bergabung dengan PSI dinilai karena kecocokan pandangan politik.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep saat memimpin rapat perdana dengan sejumlah jajaran pengurus PSI di DPP PSI, Jakarta, Selasa (26/9/2023). Rapat perdana tersebut digelar usai putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep didapuk sebagai Ketua Umum PSI pada Kopdarnas PSI pada Senin (25/9) kemarin.  Rapat tersebut  membahas mengenai berbagai evaluasi dan rancangan strategi PSI dalam menghadapi Pemilu 2024.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep saat memimpin rapat perdana dengan sejumlah jajaran pengurus PSI di DPP PSI, Jakarta, Selasa (26/9/2023). Rapat perdana tersebut digelar usai putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep didapuk sebagai Ketua Umum PSI pada Kopdarnas PSI pada Senin (25/9) kemarin. Rapat tersebut membahas mengenai berbagai evaluasi dan rancangan strategi PSI dalam menghadapi Pemilu 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar komunikasi politik Universitas Airlangga (Unair) Prof Rachmah Ida menanggapi manuver politik putra Presiden Jokowi, yakni Kaesang Pangarep yang baru-baru ini ditetapkan menjadi ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menurut Ida, sah-sah saja jika Kaesang mengawali karier politik dengan bergabung ke PSI, meskipun keluarga Jokowi selama ini kerap menggunakan PDIP sebagai kendaraan politiknya.

"Hal tersebut sah-sah saja, karena merupakan hak individu dalam memilih pandangan politik," kata Ida, Kamis (12/10/2023).

Baca Juga

Tudingan politik dinasti kerap mengiringi langkah Kaesang yang baru terjun di dunia politik. Meskipun demikian, Ida berpendapat, keterlibatan Kaesang dalam partai politik bukan bagian dari politik dinasti. Selama ini pun, kata dia, anak dan menantu Jokowi mendapatkan jabatan bukan dari keputusan sepihak. Gibran dan Bobby menduduki jabatan setelah sama-sama berkompetisi dalam Pilkada untuk mendapatkan suara rakyat.

"Artinya suara dari rakyat, kedaulatan berasal dari suara rakyat bukan lewat utusan Jokowi sebagai presiden yang menunjuk Gibran dan Bobby," ujarnya.