Jumat 13 Oct 2023 12:39 WIB

Ratusan Ribu Spesies Tanaman Obat Terancam Punah Akibat Perubahan Iklim

Separuh obat-obatan yang berasal dari tumbuhan terancam langka di masa depan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Lebih dari 100 ribu spesies tanaman terancam punah karena perubahan iklim.
Foto: www.freepik.com
Lebih dari 100 ribu spesies tanaman terancam punah karena perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat manusia berpotensi kehilangan separuh dari obat-obatan di masa depan, karena begitu banyak spesies tanaman yang terancam punah. Hal ini diungkap oleh studi terbaru dari Royal Botanic Gardens.

Peneliti mencatat, lebih dari 100 ribu spesies tanaman terancam punah, dan sekitar 77 persen dari semua yang belum dideskripsikan oleh ilmu pengetahuan berada dalam bahaya. Dalam beberapa kasus, bunga-bunga ini punah antara waktu penemuan pertama dan saat mereka dikatalogkan, yang memakan waktu rata-rata 16 tahun.

Baca Juga

Penyebab utama kepunahan ini antara lain hilangnya habitat, seperti penggundulan hutan atau pembangunan bendungan yang membanjiri daerah sungai di hulu. “Perubahan iklim sudah pasti ada di depan mata, tetapi jauh lebih sulit untuk diukur sebagai ancaman,” kata analis konservasi Matilda Brown seperti dilansir Phys, Jumat (13/10/2023).

Brown adalah salah satu peneliti di Royal Botanic Gardens, Kew, di daerah Richmond, London, yang telah mempublikasikan temuan-temuan ini dalam sebuah laporan baru yang berjudul State of the World's Plants and Fungi.

Peneliti menyerukan agar semua spesies yang baru dideskripsikan diperlakukan sebagai spesies yang terancam punah. Terlebih, spesies bunga yang terancam (100 ribu spesies) jumlahnya  lebih banyak banyak dibandingkan jumlah total spesies mamalia, burung, reptil, ikan, dan semua vertebrata jika digabungkan.

"Dan ketika kita mempertimbangkan bahwa sembilan dari 10 obat-obatan kita berasal dari tanaman, kita berpotensi kehilangan hingga setengah dari seluruh obat-obatan di masa depan. Jadi, ini bukan hanya angka yang besar, ini adalah angka yang besar dalam hal potensi dampaknya bagi umat manusia,” jelas dia.

Banyak spesies yang baru dideskripsikan rentan terhadap kepunahan, karena mereka hanya spesifik di satu wilayah, atau berada di wilayah yang sangat ditandai oleh manusia. Selain itu, banyak spesies tanaman langka tumbuh di Amazon, India, Cina, Asia Tenggara dan beberapa bagian Timur Tengah, di mana konflik, medan yang sulit, serta kurangnya pendanaan telah membuatnya menjadi tantangan tersendiri bagi para ahli botani untuk mengeksplorasi.

Lebih dari 200 ilmuwan dari 102 institusi di 30 negara di seluruh dunia berkontribusi dalam laporan Royal Botanic Gardens atau dikenal juga Kew Garden, yang mencakup World Checklist of Vascular Plants. Ini dinilai sebagai catatan paling lengkap tentang spesies tumbuhan yang diketahui, yang berisi lebih dari 350 ribu nama.

Rafeal Govaerts, yang telah menghabiskan waktu selama 35 tahun untuk menyusun daftar ini, mengatakan bahwa ia mengikuti impian Charles Darwin untuk melihat setiap spesies tanaman di Bumi tercatat. Daftar ini harus terus diperbarui karena sekitar 2.500 spesies baru dideskripsikan secara resmi setiap tahun dan ini tidak termasuk jamur, salah satu bagian dari alam yang paling sedikit dipahami.

Para ahli mikologi (peneliti jamur) memperkirakan ada sekitar 2,5 juta spesies, dan baru 155 ribu di antaranya telah dikatalogkan. Pada tingkat deskripsi ilmiah, dibutuhkan 750 hingga seribu tahun untuk membuat katalog semua spesies jamur. Peneliti percaya, pengurutan DNA dan mempelajari data molekuler dapat membantu mempercepatnya.

“Saat ini ada begitu banyak penelitian tentang permukaan Mars, alih-alih pengetahuan tentang jamur yang ada di planet ini,” jelas Alexandre Antonelli, seorang profesor dan direktur sains di Kew.

Sejak pandemi Covid dimulai pada tahun 2020, para ilmuwan telah mendeskripsikan 10.200 spesies jamur baru dan lebih dari 8.600 spesies tanaman, karena karantina wilayah memberikan mereka lebih banyak waktu untuk mengerjakan tumpukan contoh yang ditemukan tetapi belum diklasifikasikan.

Antonelli berharap, penelitian ini akan mendorong para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan tanaman dan jamur saat memilih area yang akan dilindungi sebagai bagian dari tujuan internasional untuk melindungi 30 persen dari planet ini pada tahun 2030, dan tidak hanya berfokus pada hewan. “Tanaman dan jamur menyediakan landasan bagi semua ekosistem kehidupan manusia,” tegas Antonelli.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement