REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Kamis (12/10/2023) mendesak Turki untuk segera meratifikasi keanggotaan Swedia dalam aliansi militer tersebut. Sekitar tiga bulan lalu, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan, dia akan membantu mempercepat proses ratifikasi di parlemen Turki.
“Banyak sekutu ingin melihat kemajuan pesat dalam ratifikasi ini. Swedia telah mewujudkan apa yang mereka janjikan, dan sekarang kita memerlukan ratifikasi keanggotaan Swedia," kata Stoltenberg kepada the Associated Press setelah memimpin pertemuan para menteri pertahanan NATO di Brussels.
Swedia dan negara tetangganya, Finlandia, mengabaikan ketidakberpihakan militer selama beberapa dekade. Mereka mengajukan aplikasi keanggotaan NATO setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan pasukan Rusia untuk menyerang Ukraina pada Februari 2022. Swedia dan Finlandia ingin mencari perlindungan di bawah payung keamanan NATO. Finlandia bergabung dengan NATO pada April.
Swedia membutuhkan suara bulat dari 31 anggota NATO untuk bergabung dengan aliansi itu. Turki dan Hongaria menunda ratifikasi keanggotan Swedia. Erdogan secara terbuka mengatakan, dia menahan persetujuan negaranya karena meyakini Swedia terlalu lunak terhadap militan Kurdi dan kelompok lain yang dia anggap sebagai ancaman keamanan. Turki juga marah dengan serangkaian protes pembakaran Alquran di Swedia.
Dalam pertemuan puncak NATO di ibu kota Lituania pada Juli, Erdogan mengatakan, dia akan mengirimkan protokol aksesi Swedia ke parlemen Turki untuk diratifikasi. Stoltenberg menyambut baik komitmen Menteri Pertahanan Turki, Yasar Guler bahwa Turki akan mendukung ratifikasi itu. Namun masih belum diketahui kapan Ankara akan melakukan hal tersebut.
Erdogan membatalkan untuk menahan ratifikasi keanggotaan Swedia di NATO pada Juli setelah pemerintahan Biden mengisyaratkan penjualan 40 jet tempur F-16 baru dan peralatan modernisasi dari Amerika Serikat. Ankara juga menerima jaminan dari Swedia bahwa ratifikasi akan membantu menghidupkan kembali upaya Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, NATO setuju untuk mengatasi kekhawatiran Turki mengenai terorisme. Stoltenberg mengatakan, dia telah menunjuk Asisten Sekretaris Jenderal Tom Goffus untuk bertindak sebagai koordinator khusus untuk kontra-terorisme.
“Ini menunjukkan bahwa NATO, Swedia, kami telah memenuhi perjanjian dari Vilnius, dan sekarang kita juga harus melihat bahwa Turki meratifikasi aksesi Swedia,” kata Stoltenberg.
Diharapkan bahwa ratifikasi dapat disetujui setelah 1 Oktober ketika parlemen Turki kembali bekerja setelah reses musim panas. Namun, pada hari yang sama, seorang pengebom bunuh diri meledakkan dirinya di luar Kementerian Dalam Negeri di Ankara, sementara pelaku pengeboman lainnya tewas dalam baku tembak dengan polisi. Dua petugas terluka dalam insiden itu.
Serangan tersebut mendorong Turki untuk melakukan serangan udara terhadap situs-situs yang diduga merupakan lokasi militan Kurdi di Irak utara, termasuk milisi Kurdi Suriah di Suriah. Turki juga menangkap puluhan orang yang diduga memiliki hubungan dengan militan Kurdi.
Sementara itu, Perdana Menteri Viktor Orban telah berulang kali mengatakan, negaranya tidak akan menjadi negara terakhir yang mendukung keanggotaan Swedia. Sikap tersebut membuat Stockholm dan beberapa sekutunya bingung karena tidak ada tuntutan publik yang dibuat untuk mendapatkan persetujuan dari Hongaria.
Pemerintahan Orban menuduh para politisi Swedia telah mengatakan “kebohongan terang-terangan” tentang keadaan demokrasi Hongaria. Hal itu membuat beberapa anggota parlemen tidak yakin apakah akan mendukung upaya aksesi tersebut.
Bulan lalu, Orban mengatakan kepada anggota parlemen bahwa tidak ada yang mengancam keamanan Swedia. Oleh karena itu, Hongaria tidak terburu-buru untuk meratifikasi keanggotaan Swedia di NATO.
“Saya belum mendengar hal baru mengenai hal ini dari pihak Hongaria,” kata Stoltenberg.