REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Wali kota Tangerang Selatan (Tangsel), Benyamin Davnie merespons sebanyak 4.500 pekerja di wilayahnya yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) selama 2022-2023. Menurut dia, PHK terjadi karena tidak adanya kesepakatan soal upah minimum antara pengusaha dan para pekerja.
Benyamin mengatakan, saat dilakukan musyawarah terkait berapa besaran upah yang akan diterima pekerja, kedua belah pihak tidak mencapai titik temu. "Ini diawali dari ketidaksepakatan soal upah minumum dengan para karyawan," di Kota Tangsel, Provinsi Banten, Sabtu (14/10/2023).
Sehingga, upah yang saat ini diberikan perusahaan dianggap membebani pengeluaran pengusaha di Tangsel. Menurut Benyamin, kemungkinan faktor PHK besar-besaran lainnya dikarenakan pembelian produk yang berkurang di masyarakat.
Kondisi itu memaksa pengusaha merelokasi pabriknya ke wilayah yang memiliki upah minimum regional (UMR) lebih murah. Adapun UMR di Tangerang Raya ditetapkan Rp 4,5 juta. "Mungkin penyebabnya pembeli perusahaan berkurang sehingga (pada akhirnya) mereka merelokasi industrinya," ujarnya.
Benyamin mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel sejak awal telah mengadakan berbagai diskusi dan melobi pengusaha untuk tidak memecat karyawan. Pihaknya juga berpesan agar mereka tidak merelokasi industrinya ke daerah lain.
"Dari awal kami sudah mengadakan pertemuan-pertemuan dan melobi pengusaha untuk tidak mem-PHK pekerjanya dan tidak merelokasi industrinya. Tapi ya, mungkin bagi pengusaha terpaksa dilakukan," kata Benyani.
Dia menyebut, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Tangsel bakal melakukan pembekalan kepada pekerja yang terkena PHK. "Solusinya bagi kita nanti mereka kita alihfungsikan ke tenaga kreatif lainnya, atau memberikan modal untuk berwirausaha, seperti itu," ucapnya.
Warga prihatin...