Sabtu 14 Oct 2023 18:56 WIB

Erick Pelajari Struktur Kerja Sama Kereta Cepat Bandung-Surabaya

Erick akan dampingi Presiden Joko Widodo ke Cina dalam acara Belt and Road Initiative

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) dan Direktur Utama PT Sarinah Fetty Kwartati (kiri) dalam konferensi pers mengenai Windownesia di Gedung Sarinah, Jakarta, Sabtu (14/10/2023).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsi
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) dan Direktur Utama PT Sarinah Fetty Kwartati (kiri) dalam konferensi pers mengenai Windownesia di Gedung Sarinah, Jakarta, Sabtu (14/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir rencananya akan mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Cina dalam acara Belt and Road Initiative (BRI) pada 17-18 Oktober 2023 di Beijing, Cina. Erick mengaku akan melakukan pembicaraan terkait pengembangan proyek kereta cepat ke Surabaya. 

"Kalau di Cina itu salah satunya memang diskusi lebih mendalam keberlanjutan kereta cepat dari Bandung ke Surabaya yang studinya sedang dipelajari, tetapi kita juga ingin terus memperbaiki namanya struktur kerja samanya, apakah kepemilikan, bunga dan lain-lain," ujar Erick usai konferensi pers mengenai Windownesia di Gedung Sarinah, Jakarta, Sabtu (14/10/2023).

Erick menyampaikan pengembangan infrastruktur merupakan sebuah keharusan dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara maju. Erick menilai pembangunan infrastruktur akan meningkatkan nilai kompetitif Indonesia sebagai negara besar dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kalau kita mau menjadi negara maju, namanya infrastrukturnya harus dibangun, apakah jalan tol, kereta api, pelabuhan, bandara yang memang pasti akan perlu waktu. Membangun infrastruktur perlu waktu," ucap Erick.

Erick menilai akselerasi pembangunan transportasi umum seperti kereta api juga berdampak besar dari sisi ekonomi dan lingkungan. Erick menyebut kehadiran kereta api berkontribusi mengurangi polusi udara dan menekan konsumsi BBM dengan proyeksi nilai sebesar Rp 100 triliun.

"Nah kita kan tinggal pilih, uang Rp 100 triliunnya mau 'dibakar' atau mau diinvestasikan, ini yang memang tidak mudah untuk kadang-kadang menjelaskan kepada individu yang mungkin bicara, pokoknya salah, ini yang kita coba jelaskan sebagai negara demokrasi," lanjut Erick. 

Erick menyampaikan langkah serupa sejak lama dilakukan negara-negara maju seperti AS yang telah membangun 20 ribu km jalur kereta api pada 1860, pun kereta cepat Cina yang sudah mencapai 40 ribu km. 

"Indonesia pada 2023 di (Pulau) Jawa Baru 4.500 km. Ini yang kita harus sadari," kata Erick. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement