Sabtu 14 Oct 2023 19:34 WIB

Bukan 4.500, Disnaker Tangsel Klarifikasi 'Hanya' 3.145 Pekerja di PHK

Disnaker Tangsel menyebut data PHK 3.145 pekerja berasal dari 2022 dan 2023

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah karyawan berjalan usai bekerja (ilustrasi). Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengklarifikasi kabar yang menyebutkan 4.500 pekerja mengalami pemutusan hubungan
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Sejumlah karyawan berjalan usai bekerja (ilustrasi). Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengklarifikasi kabar yang menyebutkan 4.500 pekerja mengalami pemutusan hubungan

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengklarifikasi kabar yang menyebutkan 4.500 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Data yang benar adalah sebanyak 3.145 pekerja yang dipecat.

"Berdasarkan rekap laporan, sebanyak 3.145 pekerja di PHK selama 2022 dan 2023. Rinciannya 1.894 pekerja di 2022 dan 1.251 pekerja di 2023," ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Kota Tangsel, Sabam Maringan Halomoan Sihotang kepada Republika, Sabtu (14/10/2023).

Kendati demikian, dia mengklarifikasi, tidak semua pekerja yang di PHK adalah warga wilayahnya. Ada juga warga non-Tangsel namun bekerja di Tangsel kemudian mengalami PHK.

Sebelumnya, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) disebut menerima laporan bahwa sebanyak 4.500 orang pekerja di Kota Tangsel alami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Diperkirakan kondisi ini akan terjadi hingga akhir 2023.

Sekretaris Disnaker Tangsel Yahya Sutaemi mengatakan, pihaknya telah menerima banyak laporan perusahaan telah melakukan PHK. 

“Setiap hari ada terus laporan PHK ke kita, sekarang sudah 4.500 pekerja di PHK. Data tersebut adalah gabungan tahun 2022 dan 2023," ujar Yahya saat dikonfirmasi Republika, Sabtu (14/10/2023).

Wali kota Tangerang Selatan (Tangsel), Benyamin Davnie mengatakan PHK terjadi karena tidak adanya kesepakatan soal upah minimum antara pengusaha dan para pekerja.

Benyamin mengatakan, saat dilakukan musyawarah terkait berapa besaran upah yang akan diterima pekerja, kedua belah pihak tidak mencapai titik temu. "Ini diawali dari ketidaksepakatan soal upah minumum dengan para karyawan," di Kota Tangsel, Provinsi Banten, Sabtu (14/10/2023).

Sehingga, upah yang saat ini diberikan perusahaan dianggap membebani pengeluaran pengusaha di Tangsel. Menurut Benyamin, kemungkinan faktor PHK besar-besaran lainnya dikarenakan pembelian produk yang berkurang di masyarakat.

Kondisi itu memaksa pengusaha merelokasi pabriknya ke wilayah yang memiliki upah minimum regional (UMR) lebih murah. Adapun UMR di Tangerang Raya ditetapkan Rp 4,5 juta. "Mungkin penyebabnya pembeli perusahaan berkurang sehingga (pada akhirnya) mereka merelokasi industrinya," ujarnya.

Benyamin mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel sejak awal telah mengadakan berbagai diskusi dan melobi pengusaha untuk tidak memecat karyawan. Pihaknya juga berpesan agar mereka tidak merelokasi industrinya ke daerah lain.

"Dari awal kami sudah mengadakan pertemuan-pertemuan dan melobi pengusaha untuk tidak mem-PHK pekerjanya dan tidak merelokasi industrinya. Tapi ya, mungkin bagi pengusaha terpaksa dilakukan," kata Benyamin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement