Ahad 15 Oct 2023 18:29 WIB

Tim Medis Berjibaku dan Menolak Pergi dari Gaza

Banyak tim medis di Gaza yang tidak mau menyerah pada permintaan evakuasi Israel.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
A Palestinian child wounded in Israeli bombardment waits for treatment in a hospital in Rafah refugee camp, southern Gaza Strip, Thursday, Oct. 12, 2023.
Foto: AP Photo/Hatem Ali
A Palestinian child wounded in Israeli bombardment waits for treatment in a hospital in Rafah refugee camp, southern Gaza Strip, Thursday, Oct. 12, 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Salah seorang dokter yang bertugas di Gaza, Dr Nisreen al-Shorafa hanya bisa tidur 10 jam dalam tujuh hari terakhir ini. Dokter bedah berusia 30 tahun ini mengelola ruang gawat darurat di Rumah Sakit Al Awda di Tal al-Zaatar, antara Beit Lahia dan Beit Hanoun.

Dokter al- Shorafa merupakan satu dari banyak tim medis di Gaza yang tidak mau menyerah pada permintaan evakuasi Israel. Meski ada ancaman Israel bahwa rumah sakit akan dibom, para dokter di Al Awda terus menyelamatkan nyawa.

Baca Juga

Ia mengabdikan dan mendedikasikan dirinya untuk membantu orang-orang yang selamat dari pengeboman Israel yang tak henti-hentinya. Ia juga telah mendorong dirinya sendiri melampaui apa yang ia pikir bisa ia lakukan.

Pada hari Sabtu (14/10/2023), rumah sakitnya mulai menerima telepon peringatan dari militer Israel. Pesannya sangat jelas dan tidak menyenangkan: Rumah sakit harus dievakuasi karena akan dibom.

"Saya berani bertaruh bahwa mereka [tentara Israel] bangga dengan diri mereka sendiri, mengancam akan mengebom rumah sakit," kata perawat setempat, Asala al-Batsh.

"Mereka bersikeras bahwa semua orang dan semuanya harus pindah. Semua personel rumah sakit, semua pasien, termasuk mereka yang berada di ICU, dan mayat-mayat di kamar mayat."

Setelah mencoba menjelaskan kepada tentara Israel melalui telepon tentang ketidakmanusiawian dan ketidakmungkinan untuk memindahkan semua orang keluar dari rumah sakit dan ke arah selatan, tim tersebut menyerah.

"Kami memutuskan untuk tidak pergi," kata al-Shorafa dikutip dari Aljazirah, Ahad (15/10/2023).

"Dewan direksi rumah sakit tidak memiliki cara untuk mengetahui apakah kami akan dibom atau tidak. Tapi mereka yakin bahwa kami melakukan hal yang benar.

"Kami benar-benar tepat untuk mengindahkan panggilan tugas; sebagai dokter, sebagai perawat, kita semua harus bersatu pada saat seperti ini."

Selain perawatan korban selamat, kamar mayat rumah sakit di Gaza juga kewalahan menangani jumlah korban yang gugur akibat serangan udara Israel. Kondisi ini membuat tim medis menggunakan truk es krim yang memiliki pendingin untuk menyimpan mayat para korban gugur akibat serangan Israel.

Rumah sakit jadi tempat berkumpul dan berlindung...

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement