REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kekuatan pasukan militer Hamas semakin menarik perhatian saat serangan mengejutkan dilakukan ke Israel pada 7 Oktober 2023. Momen ini merupakan demonstrasi keahlian militer yang kelompok itu peroleh sejak menguasai Gaza pada 2007.
“Kebutuhan adalah sumber dari penemuan,” kata pejabat senior Hamas Ali Baraka di Lebanon.
Baraka menyatakan, kelompok tersebut telah lama memanfaatkan uang dan pelatihan dari Iran dan proksi regional Iran seperti Hizbullah Lebanon. Mereka pun memperkuat pasukannya sendiri di Gaza.
Menurut Baraka, kesulitan dalam mengimpor senjata bukan halangan mengembangkan pasukan. Selama sembilan tahun terakhir, Hamas mengembangkan kemampuan dan mampu memproduksinya secara lokal. Pada perang Gaza pada 2008, roket Hamas memiliki jangkauan maksimum 40 km, tetapi, menurut Baraka, jangkauannya meningkat menjadi 230 km pada konflik pada 2021.
“Mereka adalah tentara mini,” kata seorang sumber yang dekat dengan Hamas di Jalur Gaza, yang menolak disebutkan namanya.
Dia mengatakan, kelompok tersebut memiliki akademi militer yang melatih berbagai spesialisasi termasuk keamanan siber. Hamas juga memiliki unit komando angkatan laut di antara sayap militernya yang berkekuatan 40 ribu orang. Padahal, menurut situs globalsecurity.org, pada 1990-an Hamas memiliki kurang dari 10 ribu pejuang saja.
Sejak awal 2000-an, kelompok ini telah membangun jaringan terowongan di bawah Gaza untuk membantu para pejuang melarikan diri, menjadi pabrik senjata, dan mendatangkan senjata dari luar negeri. Kelompok ini, menurut para pejabat Hamas, telah memperoleh sejumlah bom, mortir, roket, rudal anti-tank dan anti-pesawat.
Peningkatan kemampuan ini telah membuahkan hasil yang semakin mematikan selama bertahun-tahun. Israel kehilangan sembilan tentara selama serangannya pada 2008. Pada 2014, jumlahnya melonjak menjadi 66 orang.
Menurut laporan Jewish Institute for National Security of America, setelah perang Gaza terbaru pada 2021, Hamas dan kelompok afiliasinya bernama Jihad Islam Palestina berhasil mempertahankan 40 persen persediaan rudalnya. Kelompok itu menyimpan sekitar 11.750 rudal dibandingkan dengan 23 ribu sebelum konflik.
Dalam serangan 7 Oktober, Hamas menembakkan lebih dari 2.500 roket ketika para pejuang yang menggunakan paraglider, sepeda motor, dan kendaraan roda empat membanjiri pertahanan Israel. Mereka berhasil menghancurkan kota-kota dan pemukiman, menimbulkan korban jiwa hingga 1.300 orang dan menyandera puluhan orang.
Sumber yang dihubungi Reuters mengatakan, bahwa meskipun Iran melatih, mempersenjatai, dan mendanai kelompok tersebut, tidak ada indikasi bahwa sekutu itu mengarahkan atau mengizinkan serangan 7 Oktober tersebut. “Keputusan zero-hour, semua itu ada di tangan Hamas tetapi tentu saja kerja sama umum, pelatihan dan persiapan semuanya datang dari Iran,” kata sumber keamanan regional.
Iran mengakui pihaknya membantu mendanai dan melatih Hamas hanya saja membantah terlibat dalam serangan tersebut, meski memujinya. Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan dalam sebuah wawancara dengan televisi Aljazirah tahun lalu, bahwa kelompoknya telah menerima bantuan militer sebesar 70 juta dolar AS dari Iran.
“Kami memiliki roket yang diproduksi secara lokal tetapi jangka panjang, Berbagai macam roket datang dari luar negeri, dari Iran, Suriah dan lainnya melalui Mesir,” ujar Haniyeh.