Senin 16 Oct 2023 12:49 WIB

Hanya Tinggal Beberapa Jam Sebelum RS di Gaza Kehabisan Bahan Bakar

Persediaan bahan bakar untuk generator di RS Gaza diperkirakan habis hari ini

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Rumah sakit Dar al-Shifa di Gaza berusaha mati-matian untuk menghemat bahan bakar diesel yang tersisa di generator cadangan.
Foto: AP Photo/Abed Khaled
Rumah sakit Dar al-Shifa di Gaza berusaha mati-matian untuk menghemat bahan bakar diesel yang tersisa di generator cadangan.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Serangan udara Israel di Jalur Gaza yang terkepung memasuki hari ke-10, tetapi skala kehancuran yang ditimbulkan telah mendorong fasilitas kesehatan ke titik terendah.

Rumah sakit Dar al-Shifa di Gaza berusaha mati-matian untuk menghemat bahan bakar diesel yang tersisa di generator cadangan. Mereka telah mematikan lampu di semua departemen yang tidak penting.

Baca Juga

Banyak orang akan meninggal karena persediaan bahan bakar untuk generator mereka hampir habis. Pemantau kemanusiaan PBB memperkirakan hal ini bisa terjadi pada Senin (16/10/2023).

“Kemarin saya berbicara dengan rekan-rekan saya di Rumah Sakit Shifa dan mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka masih belum memiliki cukup tempat tidur untuk korban luka dan staf medis merawat korban luka di lapangan. Secara harfiah di lapangan,” ujar dokter umum yang sebelumnya bekerja di RS Shifa Malak Naim.

“Mereka juga mengatakan kepada saya bahwa mereka tidak memiliki kebutuhan dasar seperti air di toilet,” katanya.

Seperti diketahui, Israel menghentikan pasokan dasar bagi warga Gaza. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memutus aliran listrik dan mencegah makanan-minuman dan bahan bakar memasuki wilayah tersebut. Padahal selama ini, Israel hanya menyediakan listrik secara terbatas dan mengizinkan impor makanan, bahan bakar, dan barang-barang konsumsi, serta sangat membatasi perjalanan masuk dan keluar.

Naim menceritakan, ruang operasi dan staf medis bekerja sepanjang waktu dalam kondisi yang sangat menantang. "Mereka hanya tidur selama beberapa jam jika beruntung mendapatkan tempat tidur, dan kemudian kembali bekerja," ujarnya.

Kementerian Kesehatan Gaza pun mengeluarkan seruan mendesak kepada masyarakat internasional untuk mengirimkan peralatan dan petugas medis ke wilayah tersebut.

“Perbedaannya dengan eskalasi ini adalah kami tidak mendapat bantuan medis dari luar, perbatasan ditutup, listrik padam dan ini merupakan bahaya besar bagi pasien kami,” kata Dr. Mohammed Qandeel yang bekerja di Rumah Sakit Nasser di daerah Khan Younis selatan.

Dokter lain mengkhawatirkan nyawa pasien yang bergantung pada ventilator dan pasien yang menderita luka ledakan kompleks yang memerlukan perawatan sepanjang waktu. Para dokter khawatir seluruh fasilitas rumah sakit akan ditutup.

Di tengah pemboman besar-besaran, gelombang baru pasien berdatangan ke rumah sakit anak-anak Al-Durrah. Bayi dan balita dengan luka memar dan perban, serta anak-anak kecil dengan darah berlumuran di wajah mereka.

Sejak Israel mengeluarkan perintah bagi warga Palestina untuk meninggalkan Gaza utara, beberapa rumah sakit melaporkan bahwa mereka tidak dapat mengeluarkan pasien yang sangat membutuhkan bantuan penyelamatan jiwa. Rumah sakit Al-Awda mengeluarkan seruan internasional bahwa rumah sakit tersebut tidak dapat menolak warga Palestina yang terluka atau menutup pintunya.

"Bangsal ini penuh dengan orang-orang yang terluka. Kami menghimbau kepada mitra kemanusiaan kami di seluruh dunia untuk memberikan tekanan pada Israel," kata rumah sakit tersebut dalam sebuah unggahan di Facebook.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement