REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Perkara yang ditolak kali ini bernomor 55/PUU-XXI/2023.
Perkara tersebut diajukan Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak. Permohonan ini diterima MK pada 5 Mei.
Para pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
"Mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk sleuruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan amar putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023).
Dalam konklusinya, Anwar menyatakan MK berwenang mengadili permohonan tersebut. Para pemohon pun dinilai MK memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Walau demikian, MK memandang pokok permohonannya tak dapat dikabulkan.
"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk keseluruhannya," ujar Anwar.
Dalam perkara ini, Anwar mengungkapkan adanya pendapat berbeda atau dissenting opinion yang disampaikan hakim MK Suhartoyo dan M Guntur Hamzah.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Polhukam) Mahfud MD menilai MK tidak berwenang mengubah aturan tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Menurut dia, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang sedang diuji materi di MK, hanya boleh ditentukan atau diubah oleh DPR dan pemerintah selaku positive legislator.
Sementara itu, gugatan tersebut sempat dikaitkan dengan majunya Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianto. Gibran kini berusia 36 tahun dan berpengalaman sebagai Wali Kota.