Senin 16 Oct 2023 15:28 WIB

Korban Meninggal Tembus 2.750 Jiwa, Tandai Agresi Paling Mematikan Israel ke Gaza

Hingga saat ini, Israel masih terus membombardir Gaza.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Warga Palestina mencari mayat dan korban selamat di puing-puing bangunan tempat tinggal yang rata akibat serangan udara Israel, di kamp pengungsi Khan Younis di Jalur Gaza selatan, 16 Oktober 2023.
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Warga Palestina mencari mayat dan korban selamat di puing-puing bangunan tempat tinggal yang rata akibat serangan udara Israel, di kamp pengungsi Khan Younis di Jalur Gaza selatan, 16 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Pertempuran antara Hamas dan Israel telah berlangsung selama 10 hari terhitung sejak 7 Oktober 2023. Korban luka dan jiwa, baik di Israel maupun di Jalur Gaza, terus bertambah.

Di Gaza, jumlah korban meninggal telah mencapai 2.750 jiwa. Angka itu telah melampaui korban jiwa dalam agresi paling brutal Israel ke Gaza yang berlangsung selama sekitar enam pekan pada 2014. Kala itu, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jumlah warga Palestina yang terbunuh mencapai 2.251 jiwa.   

Baca Juga

“Dalam pembaruan terbarunya, Kementerian Kesehatan mengatakan 2.750 warga Palestina terbunuh dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza yang terkepung, dan lebih dari 9.700 orang terluka sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober,” kata kantor berita Palestina, WAFA, dalam laporannya, Senin (16/10/2023).

Dari jumlah korban meninggal di Jalur Gaza saat ini, lebih dari 700 di antaranya merupakan anak-anak. Sementara korban jiwa di kalangan perempuan hampir mencapai 400 orang.

Menurut PBB, serangan udara Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 lalu, juga telah menyebabkan setidaknya 1 juta warga Gaza telantar dan mengungsi. Kelompok The Euro-Med Human Rights Monitor (EMHRM), dalam keterangannya pada Sabtu (14/10/2023) mengungkapkan, agresi Israel menghancurkan 2.650 bangunan tempat tinggal di Gaza.

Kini kondisi kehidupan warga Palestina di Jalur Gaza juga sangat mengkhawatirkan. Hal itu karena Israel memberlakukan blokade total terhadap wilayah tersebut. Pasokan barang-barang esensial, seperti makanan, obat-obatan, termasuk listrik dan air, disetop.

Menurut laporan Al Arabiya, perbatasan Rafah ke Gaza dibuka pada Senin pagi waktu setempat. Terdapat lebih dari 100 truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan mengantre untuk memasuki Jalur Gaza.

Namun, Israel merilis pernyataan yang menyangkal bahwa gencatan senjata sedang berlangsung di Gaza selatan. Setengah jam sebelum pernyataan itu dirilis, beberapa sumber keamanan di Mesir menyampaikan bahwa kesepakatan gencatan senjata akan dilaksanakan.

“Saat ini tidak ada gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan di Gaza sebagai imbalan atas keluarnya orang asing,” demikian pernyataan dari kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir memainkan peran penting dalam menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Persimpangan Rafah berfungsi sebagai pintu gerbang utama lalu lintas keluar dan masuk Jalur Gaza yang diblokade sejak 2007.

Bantuan dari beberapa negara juga telah menumpuk di Semenanjung Sinai, Mesir, karena kegagalan mencapai kesepakatan yang memungkinkan pengiriman yang aman ke Gaza. Hingga saat ini, Israel masih terus membombardir Gaza.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah mendesak Israel agar tak membidik fasilitas-fasilitas UNRWA yang kini digunakan warga Gaza untuk berlindung. “Tempat perlindungan UNRWA di Gaza dan Gaza utara tidak lagi aman. Ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata UNRWA.

UNRWA menegaskan bahwa perang juga memiliki aturan. “Warga sipil, rumah, sekolah, klinik, dan kantor PBB tidak bisa menjadi sasaran,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement