REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PT PP) Novel Arsyad, Senin (16/10/2023). Dia dipanggil sebagai saksi terkait dugaan rasuah pembangunan Stadion Mandala Krida APBD tahun anggaran 2016-2017 pada Pemerintah Provinsi DIY.
"(Pemeriksaan) bertempat di Gedung Merah Putih KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Selain Novel Arsyad, tim penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan saksi lainnya, yakni Johanes Christian Nahumury selaku pihak swasta. Namun, Ali belum menjelaskan lebih perinci mengenai materi pemeriksaan kedua saksi itu.
Diketahui, KPK juga telah menetapkan tersangka baru dalam pengembangan kasus. Tetapi belum diumumkan identitas tersangka yang dimaksud. Penetapan tersangka ini juga didasarkan pada pertimbangan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan terdakwa Heri Sukamto dan kawan-kawan.
Sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini. Mereka adalah Direktur Utama PT Permata Nirwana Nusantara (PNN) dan Direktur PT Duta Mas Indah (DMI) Heri Sukamto (HS); Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY sekaligus menjabat pejabat pembuat komitmen (PPK) Edy Wahyudi (EW); serta Sugiharto (SGH) selaku direktur utama (dirut) PT Arsigraphi (AG).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada 2012, Balai Pemuda dan Olahraga di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY mengusulkan proyek renovasi Stadion Mandala Krida. Usulan disetujui dan anggarannya dimasukkan dalam alokasi anggaran BPO untuk program peningkatan sarana dan prasarana olahraga.
Edy diduga secara sepihak menunjuk langsung PT AG dengan SGH selaku dirut untuk menyusun tahapan perencanaan pengadaannya yang salah satunya terkait nilai anggaran proyek renovasi Stadion Mandala Krida. Dari penyusunan anggaran di tahap perencanaan yang disusun Sugiharto tersebut, KPK mengungkapkan dibutuhkan anggaran Rp 135 miliar untuk lima tahun.
KPK menduga ada beberapa nilai jenis pekerjaan yang di-mark up dan langsung disetujui Edy tanpa kajian terlebih dulu. Khusus di 2016, disiapkan anggaran Rp 41,8 miliar dan pada 2017 disiapkan Rp 45,4 miliar.
Dalam pengadaan 2016, KPK menduga Heri Sukamto bertemu dengan beberapa anggota panitia lelang dan meminta agar bisa dibantu dan dimenangkan dalam proses lelang. Selanjutnya, anggota panitia lelang menyampaikan keinginan Heri tersebut pada Edy dan diduga langsung disetujui untuk dimenangkan tanpa evaluasi penelitian kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti lelang.
Selain itu, saat proses pelaksanaan pekerjaan, beberapa pekerja diduga tidak memiliki sertifikat keahlian dan tidak termasuk pegawai resmi dari PT DMI. Akibat perbuatan para tersangka, KPK menduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 31,7 miliar.