REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembantaian yang dilakukan Israel terhadap Palestina dinilai tidak terlalu berdampak terhadap perekonomian dunia. Hanya saja, pada skenario tertentu bisa pula berdampak besar ke ekonomi global.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, dampak ekonomi dari pembantaian Israel ke Palestina harus dilihat berdasarkan beberapa skenario. "Menurut saya, untuk tahap sekarang bicaranya itu kemungkinan perang, kemungkinan perang ini bisa range luas tergantung bagaimana dinamika yang terjadi," ujarnya kepada Republika, Senin (16/10/2023).
Ia menuturkan, jika skenarionya perang masih terbatas antara Hamas dengan Israel. Maka dampaknya terhadap perekonomian masih relatif terbatas.
Itu karena, kedua pihak tersebut bukan merupakan produsen minyak atau produsen pangan besar. "Saya melihat, kalau pun ada kenaikan harga minyak yang dikhwatirkan, paling di 90-an dolar AS per barel dari posisi sekarng di 80-an dolar AS per barel, jadi ada kenaikan tapi tidak drastis," jelas Faisal.
Sebagai perbandingan, sambung dia, berbeda dengan perang antara Rusia dan Ukraina. Itu karena, Rusia merupakan salah satu produsen energi terbesar di dunia, baik gas, minyak bumi, maupun batu bara, sehingga dampaknya terhadap harga minyak dan inflasi dunia besar.
Ukraina pun, lanjut Faisal, merupakan penghasil gandum terbesar di global. Maka saat itu terjadi krisis gandum.
"Sementara, kedua negara (Palestina dan Israel) tidak punya peran sebesar itu terhadap ekonomi. Itu kalau dalam konteks skenario pertama yang masih libatkan dua negara, dampaknya masih minimal," tuturnya.
Hanya saja, lanjut Faisal, jika skenarionya berkembang sampai pada perluasan perang yang melibatkan negara sekitar, dampak konflik Palestina dan Israel terhadap perekonomian bisa berbeda. Apalagi jika negara terlibat yang memiliki peran ekonomi lebih besar seperti Iran dan Arab Saudi.
Keduanya termasuk produsen minyak terbesar di dunia. "Sehingga kalau terlibat langsung atau direct conflict, akan berdampak besar terhadap perekonomian dunia dan lonjakan harga minyak," katanya.
Dampaknya, jelas dia, besar pula ke perekonomian Indonesia. Terutama jika inflasinya meningkat, maka bakal memengaruhi sektor keuangan.
"Pengaruhnya ke sektor keuangan nasional jadi besar dan risiko ekonominya akan cepat meningkat. Termasuk kenaikan harga emas," tutur Faisal.
Seperti diketahui saat ini, pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina masih terjadi. Kondisi itu telah menelan ribuan jiwa.