REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ulat sagu merupakan larva dari serangga lepidoptera yang biasanya ditemukan pada pohon sagu (Metroxylon spp). Beberapa daerah ada yang menjadikan ulat sagu sebagai makanan biasa, dan yang sempat viral, seorang anak SD membawa bekal ulat sagu ke sekolahnya.
Ulat sagu memiliki warna tubuh yang beragam dari hijau hingga cokelat, dan dapat mencapai ukuran hingga beberapa sentimeter. Selain menjadi hama, beberapa komunitas di daerah tertentu, juga mengkonsumsi ulat sagu sebagai sumber makanan yang kaya protein.
Ulat sagu memiliki sifat ambivalen, yang berarti serangga ini dapat menjadi organisme merugikan sebagai hama dalam perkebunan, tetapi juga menguntungkan sebagai sumber protein. Banyak orang memakan ulat sagu karena manfaatnya.
Kandungan gizi ulat sagu tergantung pada tahap perkembangannya dan sumber makanannya. Tapi pada umumnya, ulat sagu ini kaya akan protein, lemak yang menjadi sumber energi, serat yang bermanfaat untuk pencernaan, asam amino, serta vitamin dan mineral.
Mengutip penjelasan Buya Yahya lewat saluran Youtube miliknya, di dalam mahzab Imam Syafi'i, Jumhur Syafi’i, Imam Hambali, dan Hanafi, ulat adalah jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi. Ini dikarenakan binatang yang boleh dikonsumsi tanpa disembelih hanyalah belalang dan ikan.
“Karena tidak disembelih maka akan menjadi bangkai. Sehingga ulama mengatakan tidak boleh kita makan yang demikian itu. Maka hukumnya haram,” kata Buya Yahya memberikan penjelasan.
“Dihalalkan bagi kamu dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yang dihalalkan ialah ikan dan belalang, sedangkan dua darah yang dihalalkan ialah hati dan limpa,” (HR Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daru Quthni dan At-Tirmidzi)
Kecuali jika ulat itu berada di dalam sesuatu yang halal seperti ulat yang terdapat dalam buah apel. Maksudnya di sini ialah ulat yang terdapat dalam buah apel tidak perlu dipisahkan tetapi langsung dimakan secara bersamaan.
Ada pula pandangan dari mahzab Imam Maliki bahwa ulat bisa dimakan dengan cara disembelih. Menyembelih ulat ini artinya harus sampai mati, seperti dicelupkan ke dalam air panas atau sesuatu yang bisa membuatnya mati.
Namun, Buya Yahya menjelaskan bahwa jika hanya bicara soal hukum Islam, pasti akan ada saja peluang untuk mengatakan yang tidak boleh menjadi boleh. Maka, penting juga bagi umat Islam untuk menyertakan akhlak dalam setiap penerapan hukum Islam.
Artinya, akhlak ini yang menentukan apakah secara logika hukum itu pantas atau tidak untuk diterapkan. Seperti memakan ulat sagu atau jenis ulat lainnya, jika masih ada ayam goreng, ikan bakar, dan makanan enak lainnya, mengapa harus memilih makan makanan tidak wajar.
“Makanlah yang bermanfaat bagi jasad, bagi ruh. Jangan hanya mengikuti tuntutan-tuntutan seperti sekarang biar viral,” ucap Buya Yahya, yang juga mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW selalu mengajarkan cara makan yang baik, mana yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi.