REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan potensi dari estimasi surplus dan defisit produksi beras. Hal itu merupakan selisih antara perkiraan produksi dan konsumsi setiap bulannya.
"Potensi defisit produksi beras semakin melebar hingga akhir 2023 dan diperkirakan defisit terbesar terjadi pada Desember 2023 yaitu 1,45 juta ton beras," kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (16/10/2023).
Dia menjelaskan, estimasi surplus dan defisit dari produksi beras tersebut tidak termasuk stok maupun pasokan beras impor pada periode yang dihitung. Amalia menegaskan, estimasi tersebut merupakan hasil selisih antara produksi domestik dan konsumsi domestik.
"Dengan hanya mempertimbangkan selisih antara perkiraan produksi domestik dan konsumsi ini saja maka akhir tahun produksi beras diperkirakan surplus 0,28 juta ton sepanjang tahun," jelas Amalia.
Berdasarkan hasil survei area (KSA), BPS memproyeksikan produksi beras hingga September 2023 mencapai 30,90 juta ton. Angka tersebut menurun 2,05 persen dari periode yang sama pada 2022 mencapai 31,54 juta ton.
Di sisi lain, BPS juga mengungkapkan puncak panen padi pada tahun ini selaras dengan tahun sebelumnya yaitu terjadi pada Maret 2023. pada periode tersebut, luas panen mencapai 1,65 juta hektare.
Meskipun begitu, Amalia menyebut, puncak panen padi pada Maret 2023 relatif lebih rendah atau turun sekitar 110,39 ribu hektare dibandingkan Maret 2022. Sementara realisasi panen padi sepanjang Januari−September 2023 sebesar 8,66 juta hektare atau mengalami penurunan sekitar 33,04 ribu hektare dibandingkan Januari−September 2022 yang mencapai 8,69 juta hektare.
"Sementara itu, potensi luas panen padi pada Oktober−Desember 2023 diperkirakan sekitar 1,54 juta hektare," ujar Amalia.