REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia siap bekerja sama dengan negara tetangga, negara-negara Arab, dan negara-negara lain yang lebih menunjukkan simpati dan pemahaman mereka seperti Rusia dan Cina, untuk mempercepat pengiriman bantuan kemanusiaan ke Palestina.
“Saya juga telah diberi tahu para kepala negara yang mengajak kita untuk bersama. Seandainya perlu, bahwa Malaysia akan bersama dengan rekan-rekan kita, (negara-negara) tetangga dan negara Arab, dan juga negara-negara lain yang lebih menunjukkan simpati mereka, pemahaman mereka, termasuk Rusia dan Cina,” kata Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dalam sidang parlemen diikuti secara daring di Kuala Lumpur, Senin (16/10/2023).
Anwar mengatakan juga telah memberikan mandat penuh kepada Menteri Luar Negeri Zambry Abd Kadir untuk membahas dan mengambil keputusan apapun yang memungkinkan mempercepat bantuan kemanusiaan, dan tindakan yang disepakati oleh negara-negara tetangga supaya tindakan tersebut dapat dilaksanakan dengan lebih efektif.
Terkait dengan sikap atas tindakan yang melukai perempuan dan anak-anak, ia mengatakan posisi Malaysia jelas tidak setuju dengan tindakan apapun yang berdampak pada orang-orang yang tidak bersalah. Namun, jika tidak ada tindakan tegas atas apa yang sedang berlaku di Palestina saat ini maka akan menjadi perang genosida, kata Anwar menegaskan.
“Kalau di Asia Tenggara kita paham tentang ‘Killing Fields’. Dalam beberapa hari ini, jika dunia tidak bertindak, dunia akan membiarkan pembantaian massal terjadi atas rakyat Gaza dan Palestina,” ujar Anwar.
Menurut Anwar, dalam perbincangan dengan wakil-wakil negara keresahan sudah keluar dan tampak jalan buntu, terutama karena Israel diberi dukungan penuh oleh Amerika Serikat dan Eropa. Penolakan Israel untuk membuka perbatasan menjadi persoalan besar penyaluran bantuan kemanusiaan.
Ia mengatakan tiga pesawat Turki sudah tiba bandar udara dekat perbatasan Rafah di Gaza, Palestina. Namun, perbatasan itu belum juga dibuka sehingga bantuan dari sejumlah negara, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Qatar juga terjebak di sana.
Mesir ingin perbatasan di sana dibuka untuk dapat mengirimkan makanan dan obat-obatan, kata Anwar. Akan tetapi, Israel memblokir perbatasan tersebut dan memberitahukan jika dibuka maka mereka akan memaksa masyarakat Palestina di Gaza menyeberang, sehingga yang terjadi di sana adalah pemblokiran dan pengeboman.
“Pilihan diberikan kepada mereka (rakyat Palestina), mayoritas tidak terima. Mayoritas warga Gaza belum siap meninggalkan negaranya, rumahnya, hanya untuk memuaskan hasrat rezim Israel,” kata Anwar.