REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menyampaikan bahwa banyak dan sedikitnya amalan tidak diukur dari jumlahnya. Tetapi diukur dari kezuhudannya atau keikhlasannya.
"Amalan yang bersumber dari hati yang zuhud tidak dapat disebut sedikit. Sedangkan amalan yang bersumber dari hati yang tamak tidak dapat disebut banyak" (Syekh Ibnu Athaillah, Al-Hikam).
Walaupun amalan yang kamu lakukan itu sedikit, namun dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan jauh dari nilai-nilai kesyirikan, maka pada hakikatnya kamu telah melakukan sesuatu yang besar dengan pahala yang besar juga. Nilai sebuah ibadah adalah kualitasnya, bukan kuantitasnya.
Berapa banyak orang yang beribadah siang dan malam, namun tidak ada pahala yang didapatkan. Sebab semua itu dilakukan dengan tidak ikhlas dan jauh dari nilai-nilai ketuhanan.
Walaupun amalan yang kamu lakukan itu banyak, namun tidak ikhlas dan mengandung nilai-nilai kesyirikan, maka pahala yang kamu dapatkan adalah nol besar, sia-sia belaka.
Ibadah yang kamu lakukan untuk selain-Nya, maka Dia berlepas diri darinya. Ibadah itu sesuai niatnya. Jikalau niatnya untuk Allah SWT, maka Dia akan membalasnya. Jika niatnya untuk dunia maka ia akan mendapatkannya, dan tentunya atas seizin-Nya.
Banyaknya amalan belum tentu menunjukkan banyaknya pahala. Sedikitnya amalan belum tentu menunjukkan sedikitnya pahala. Timbangannya adalah keikhlasan dan kesesuaian dengan tuntutan Nabi Muhammad SAW.
Hal ini dijelaskan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam dengan penjelasan tambahan oleh Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam D A Pakih Sati dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017.