REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sulawesi Selatan (Sulsel) sebesar Rp 1,5 triliun dapat diatasi.
“Defisit itu ada pembiayaannya. Sama seperti pemerintah pusat, APBN ada defisit, kita cari pembiayaannya. Di pemerintah daerah juga, ada defisit lalu cari pembiayaannya dari mana,” kata Luky saat media briefing di Jakarta, Senin (16/10/2023).
Salah satu contoh pembiayaannya adalah melalui sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) tahun sebelumnya. Sementara itu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Sandy Firdaus menjelaskan defisit Sulsel berasal dari akumulasi kewajiban Dana Bagi Hasil (DBH) provinsi yang belum dibayarkan ke kabupaten/kota selama beberapa tahun. Meski begitu, Sandy menyebutkan defisit tersebut masih bisa dikelola oleh pemerintah setempat.
“Dia bisa melakukan sedikit refocusing belanja. Untuk belanja-belanja yang tidak terlalu penting, misalnya, bisa dikurangi untuk membayar DBH itu,” ujar Sandy.
Di sisi lain, Pemprov Sulsel juga bisa menyelesaikan kewajiban utang dengan memanfaatkan aset-aset yang dimiliki.
“Aset mereka itu masih sangat banyak untuk menutup kewajiban-kewajiban tadi. Jadi, dari segi solvabilitas itu masih aman,” jelas Sandy.
Oleh sebab itu, Sandy menyatakan defisit Rp 1,5 triliun yang dialami oleh Sulsel tidak bisa disebut sebagai kebangkrutan. Diketahui, Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin melaporkan keuangan Pemprov mengalami defisit Rp1,5 triliun. Dia menyebut pemerintahan daerah Sulsel tengah di ambang kebangkrutan.
Untuk mengatasi defisit tersebut, Pemprov Sulsel akan melakukan penghematan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun yang diterapkan pada semua organisasi perangkat daerah (OPD) lingkup pemprov.
Wakil Ketua DPRD Sulsel Syaharuddin Alrif juga memperjelas bahwa Sulsel akan mengurangi belanja APBD 2024 untuk menyelesaikan utang, sehingga diharapkan keuangan Pemprov Sulsel bisa kembali dalam keadaan normal pada 2025.