REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) tak akan sungkan jika harus melakukan pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan setelah tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menangkap, dan menetapkan tersangka terhadap Sadikin Rusli (SR) di Surabaya, Ahad (15/10/2023).
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana terkait dengan pengungkapan aliran uang tutup kasus korupsi BTS 4G BAKTI di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Penetapan Sadikin sebagai tersangka masih terkait dengan profesi swasta yang dilakoninya. Namun begitu, sejumlah terdakwa, dan tersangka dalam kasus pokok korupsi BTS 4G BAKTI menyampaikan bahwa Sadikin adalah pihak dari BPK yang ada menerima uang korupsi Rp 40 miliar.
“Jadi, tersangka SR ini swasta. Tetapi, kalau dia ada keterkaitannya dengan jabatan di BPK, tentu kita akan usut dalam pendalaman penyidikan,” kata Ketut di Kejagung, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Dijelaskannya, jika dalam pendalaman tersebut ada alat-alat bukti yang mengarah kepada hubungan Sadikin ini dengan BPK, maka akan ditelusuri. Termasuk jika perlu Kejagung akan memanggil BPK untuk pemeriksaan, dan klarifikasi.
Sadikin adalah orang ke-14 yang dijerat tersangka dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI. Kasus tersebut terkait dengan kerugian negara Rp 8,03 triliun dalam proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur 4.200 menara BTS 4G BAKTI 2020-2022.
Dari semua tersangka itu, enam di antaranya sudah menjadi terdakwa di persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta. Di antaranya, terdakwa eks Menkominfo Johnnya Gerard Plate (JGP), dan eks Dirut BAKTI Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL), serta terdakwa Yohan Suryanto (YS) selaku Tenaga Ahli Hudev-UI.
Lainnya, adalah terdakwa Irwan Hermawan (IH) dari PT Solitech Media Sinergy, terdakwa Mukti Ali (MA) dari PT Huawei Tech Investmen, dan Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) dari PT MORA Telematika Indonesia. Dua tersangka lain yang akan segera menyusul sebagai terdakwa di pengadilan, adalah Windy Purnama (WP) dari PT Media Berdikari Sejahtera, dan Muhammad Yusrizki Muliawan (MY alias YUS) dari PT Basis Utama Prima. Bulan lalu, dari penguakan fakta di persidangan, tim penyidik kembali menetapkan tiga orang sebagai tersangka.
Yakni tersangka Jemmy Setjiawan (JS) dari PT Sansaine Exindo, dan Elvano Hatorongan (EH) yang ditetapkan tersangka selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BAKTI Kemenkominfo, serta tersangka Muhammad Feriandri Mirza (MFM) selaku Kepala Divisi Lastmile/Backhaul BAKTI Kemenkominfo. Pekan lalu, dari pengungkapan di persidangan, kembali tim penyidikan menangkap dan menetapkan Staf Ahli Kemenkominfo Walberthus Nathalius Wisang (MNW) alias Bertho sebagai tersangka ke-12.
Tak berhenti di 12 orang yang sudah dijerat hukum tersebut. Tim penyidik Jampidsus, pun merespons penguakan fakta di persidangan, terkait dengan adanya aliran-aliran uang setotal Rp 243 miliar yang digelontorkan ke 11 nama, untuk membantu upaya tutup kasus penanganan korupsi BTS 4G BAKTI. Uang aliran tutup kasus tersebut terkuak dari pengakuan terdakwa Irwan, dan tersangka Windy saat keduanya dihadirkan menjadi saksi mahkota dalam persidangan terdakwa Johnny Plate, Anang Latif, dan Yohan Suryanto.
Beberapa nama yang menerima aliran uang tutup kasus tersebut, sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Di antaranya, adalah Edward Hutahaean (EH), yang diketahui profesinya sebagai pengacara, dan menerima Rp 15 miliar untuk membantu upaya tutup kasus.
Selanjutnya adalah Sadikin Rusli yang menerima Rp 40 miliar yang disebut oleh Irwan dan Windy sebagai pihak dari BPK. Juga ada terungkap nama Dito Ariotedjo yang menerima Rp 27 miliar. Namun Dito Ariotedjo yang kini menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu membantah hal tersebut saat dihadirkan sebagai saksi di pengadilan.
Nama lain yang disebut turut menerima namun sudah menjadi tersangka dalam kasus yang berbeda, adalah Windu Aji Sutanto (WAS). Pengusaha tersebut terungkap di pengadilan ada menerima Rp 75 miliar untuk membantu upaya tutup kasus korupsi BTS 4G BAKTI yang sedang ditangani kejaksaan. Juga terungkap ada nama Nistra Yohan yang menerima Rp 40 miliar untuk dibagi-bagikan ke anggota Komisi-1 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Nistra Yohan diketahui sebagai anggota staf khusus di Komisi-1 DPR, dan sudah tiga kali mangkir dari pemeriksaan di Kejakgung.