Selasa 17 Oct 2023 06:30 WIB

KPU: Kepala Daerah Mencalonkan Diri sebagai Capres-Cawapres Harus Izin Presiden

Ketentuan ini ada dalam Pasal 171 ayat 1 dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus raharjo
Ketua KPU Hasyim Asyari berbincang dengan Anggota KPU Idham Holik sebelum memberikan keterangan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Foto: Prayogi/Republika
Ketua KPU Hasyim Asyari berbincang dengan Anggota KPU Idham Holik sebelum memberikan keterangan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyampaikan kepala daerah yang hendak mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres harus meminta izin kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan kepala daerah yang pernah atau sedang menjabat bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.

 

Baca Juga

"Bahwa dalam hal terdapat kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang akan dicalonkan sebagai capres-cawapres, maka diberlakukan ketentuan Pasal 171 ayat 1 dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Ketua Divisi Teknis KPU Idham Holik dalam konferensi pers di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

 

Idham mengatakan, dalam pasal tersebut tertera bunyi bahwa kepala daerah mesti mendapat perizinan dari kepala negara untuk bisa melanggengkan diri dalam pendaftaran capres-cawapres.

 

"Ayat 1 berbunyi seorang yang sedang menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai capres-cawapres harus meminta izin kepada Presiden," tegasnya.

 

"Ayat 4, surat permintaan izin gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota sebagaimana dimaksud ayat 1 disampaikan kepada KPU oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai dokumen persyaratan capres atau cawapres," tutur dia menambahkan.

 

Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Gugatan ini diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

 

"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023).

 

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. "Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Anwar yang juga adik ipar Presiden Jokowi ini.

 

Atas putusan ini, dua hakim MK menyatakan occuring opinion atau alasan berbeda yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic. Lalu ada pula empat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo.

Melalui keputusan MK ini, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka memiliki kesempatan untuk menjadi bakal calon presiden atau calon wakil presiden. Gibran saat ini sedang menduduki jabatan Wali Kota Solo. B

anyak pihak yang menuding, gugatan terhadap syarat usia capres-cawapres ini untuk memberi jalan bagi Gibran untuk menjadi bakal cawapres di Pilpres 2024. Dugaan ini menguat karena salah satu hakim MK merupakan adik ipar atau dari Presiden Jokowi sendiri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement