Selasa 17 Oct 2023 12:23 WIB

Warga Gaza Minum Air Laut untuk Bertahan Hidup

Sebelum perang meletus, 90 persen air di Gaza tidak dapat diminum.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Warga Palestina mengambil air dari keran air, di tengah kekurangan air minum, di Khan Younis, Jalur Gaza, Senin, (16/10/2023)WIB.
Foto: AP/Fatima Shbair
Warga Palestina mengambil air dari keran air, di tengah kekurangan air minum, di Khan Younis, Jalur Gaza, Senin, (16/10/2023)WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Penduduk Gaza semakin putus asa karena kehabisan air bersih untuk dikonsumsi. Beberapa orang mulai menggali sumur di daerah yang berdekatan dengan laut atau mengandalkan air keran yang asin dari satu-satunya akuifer di Gaza, yang terkontaminasi dengan limbah dan air laut.

Dua warga di Khan Younis, di Jalur Gaza selatan, secara sukarela mengisi wadah plastik dengan air untuk dibagikan kepada keluarga pengungsi. Sejumlah warga berdoa agar perang antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina, Hamas, diakhiri. Perang berkelanjutan menimbulkan kekhawatiran akan konflik Timur Tengah yang lebih luas.

Baca Juga

“Karena banyaknya orang di dalam kamp, ​​​​tidak ada air. Jadi, saya pikir saya akan menjadi sukarelawan, datang dengan becak dan membawa air dari tempat yang jauh, tempat yang berbahaya,” kata Mohammad Saqr.

“Sekarang, kita sedang mengisi air garam, saya siap minum dari air garam, apa lagi yang bisa kita lakukan?" ujar Saqr.

Sebelum perang meletus, 90 persen air di Gaza tidak dapat diminum. Satu-satunya akuifer di wilayah tersebut terkontaminasi oleh limbah, bahan kimia, dan air laut. Bahkan 10 persen air akuifer yang dianggap aman untuk diminum sering kali tercampur dengan air berkualitas buruk selama pendistribusian sehingga hanya digunakan untuk mencuci.

Banyak keluarga yang tinggal di Gaza memilih untuk mengebor sumur pribadi untuk mengambil air jauh di bawah tanah. Sejumlah kecil keluarga yang mampu cenderung membeli air mineral. Ada pula yang membeli air olahan yang disaring dengan harga lebih murah dari truk air yang berkeliling di jalanan.

Sampah juga menumpuk di jalan-jalan dan di dalam tempat penampungan pengungsi, sehingga meningkatkan kekhawatiran krisis kesehatan. “Jika sampah terus menumpuk, akan menimbulkan penyakit dan pandemi,” kata Mohammad Hadhoud, petugas kebersihan dari Khan Younis.

Israel telah memutus aliran listrik, air dan makanan ke Gaza. Selain itu, suplai obat-obatan semakin menipis. Rumah sakit dan tenaga medis di Gaza kewalahan menerima warga sipil yang terluka maupun meninggal dunia akibat serangan Israel. Seorang dokter mengatakan, hanya kasus-kasus paling akut yang mendapatkan operasi karena sumber daya tidak mencukupi.

“Gaza kehabisan air dan listrik. Faktanya, Gaza sedang dicekik dan tampaknya dunia saat ini telah kehilangan rasa kemanusiaannya,” kata Philippe Lazzarini, komisaris jenderal badan pengungsi Palestina, UNRWA.

Pihak berwenang Gaza mengatakan, sedikitnya 2.750 orang dan lebih dari 700 anak-anak meninggal. Sementara hampir 10.000 orang terluka dan 1.000 orang lainnya hilang serta diyakini berada di bawah reruntuhan.

Israel telah memberlakukan blokade penuh saat mereka mempersiapkan serangan darat di Gaza.  Pasukan dan tank Israel berkumpul di perbatasan. Layanan medis dan darurat, dan beberapa video di media sosial menunjukkan kekejaman yang dilakukan Israel di kota-kota dan kibbutze yang dikuasai.

Hamas mengatakan, Israel tidak memenuhi janji untuk membuka pasokan air ke Gaza. Sebelumnya seorang pejabat Israel mengatakan sejumlah air sedang dialirkan untuk wilayah di selatan Gaza.

Di tengah seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata guna mengizinkan bantuan masuk, Menteri Energi Israel, Israel Katz mengatakan, tidak akan ada penghentian pengepungan tanpa kebebasan bagi para sandera Israel.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement