REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengingatkan, lebih dari dua juta orang berada dalam risiko karena kehabisan air di Gaza. Sedangkan tidak ada pasokan kemanusiaan yang diizinkan masuk ke Gaza hingga Selasa (17/10/2023).
“Ini sudah menjadi masalah hidup dan mati. Itu adalah suatu keharusan, bahan bakar perlu dikirim sekarang ke Gaza agar air tersedia bagi dua juta orang,” kata Lazzarini.
Air bersih hampir habis di Jalur Gaza, setelah pabrik air dan jaringan air umum berhenti berfungsi. Menurut pernyataan badan Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina, masyarakat kini terpaksa menggunakan air kotor dari sumur, sehingga meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air. Gaza juga mengalami pemadaman listrik sejak 11 Oktober, sehingga berdampak pada pasokan air.
Bahkan, akibat putus asa untuk mendapatkan air minum, beberapa orang mulai menggali sumur di daerah yang berdekatan dengan laut. Mereka juga mengandalkan air keran yang asin dari satu-satunya akuifer di Gaza, yang terkontaminasi dengan limbah dan air laut.
Dua warga di Khan Younis di Jalur Gaza selatan secara sukarela mengisi wadah plastik dengan air untuk dibagikan kepada keluarga pengungsi. Di pangkalan PBB di Jalur Gaza selatan air minum juga hampir habis.
Sedangkan ribuan orang mencari perlindungan di fasilitas PBB itu setelah Israel mengeluarkan peringatan kepada penduduk agar meninggalkan rumah mereka di bagian utara Jalur Gaza dan berpindah ke arah selatan. Hampir satu juta orang telah mengungsi dalam satu minggu saja.
“Kita perlu mengirimkan bahan bakar ke Gaza sekarang. Bahan bakar adalah satu-satunya cara bagi masyarakat untuk mendapatkan air minum yang aman," ujar Lazzarini.
Jika tidak, menurut Lazzarini, banyak orang akan meninggal karena dehidrasi parah, termasuk anak-anak, orang tua, dan perempuan. "Air kini menjadi sumber kehidupan terakhir yang tersisa. Saya memohon agar pengepungan terhadap bantuan kemanusiaan segera dicabut,” katanya.