REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyarankan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka tidak mengambil kesempatan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengakomodasi dirinya maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2024. Yusril menyatakan, jika dirinya menjadi Gibran maka tidak akan mengambil kesempatan tersebut karena putusan MK tersebut problematik dan kontroversial.
"Itu kalau terjadi pada saya, terima kasih MK sudah beri keputusan, dan membuka pintu bagi saya di bawah 40 tahun dan kebetulan sudah atau pernah jadi kepala daerah, untuk mencalonkan diri jadi capres cawapres tapi saya tahu keputusan ini kontroversial," ujar Yusril dalam Diskusi Kedai kopi bertajuk Menakar Pilpres Pascaputusan MK, Selasa (17/10/2023).
Yusril yang Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengatakan, lebih baik Gibran tidak mengambil kesempatan ini daripada menimbulkan reaksi di tengah masyarakat dan terjadi permasalahan legitimasi di masa mendatang. Hal ini juga menunjukkan Gibran berjiwa besar dan seorang negarawan.
"Daripada menimbulkan reaksi di tengah masyarakat dan menimbulkan permasalahan legitimasi di belakang hari ya, saya terima kasih tapi saya nggak usah maju daripada timbul masalah," ujarnya.
Sebab, putusan MK mengandung satu cacat hukum serius karena putusan ini mengandung penyelundupan hukum, salah satunya dua pendapat berbeda hakim (disenting opinion) disebut sebagai concurring opinion (pendapat bersamaan). Hal ini membuat putusan MK disebut telah disetujui lima hakim setuju dan empat disenting opinion. Padahal yang sebenarnya adalah tiga setuju sepenuhnya, dan enam disenting opinion.
Yusril berharap putusan kontroversial ini meski final dan mengikat, tetapi mesti disikapi secara bijak oleh semua pihak. Hal ini agar mencegah terjadinya persoalan legitimasi di masa mendatang. Apalagi jabatan yang dikontestasikan pascaputusan ini adalah untuk posisi penting yakni Wakil Presiden.
"Saya kira mungkin itu merupakan satu cara yang bijak tapi pada akhirnya kepada siapa saja yang memenuhi kriteria untuk maju sebagai capres cawapres sesuai putusan MK Nomor 90," ujarnya.
Namun demikian, Yusril mengembalikan dan menyerahkan keputusan tersebut kepada Gibran maupun keluarga Jokowi.
"Apakah pak Gibran akan memanfaatkan putusan MK itu benar-benar maju atau tidak itu, ya kita serahkan kepada beliau. Kalau beliau mau berkonsultasi dengan keluarganya ya tentu kita serahkan sepenuhnya ke beliau. Walaupun saya katakan, ini adalah putusan yang kontroversial dan mengandung cacat hukum di dalamnya.
Sebelumnya, Yusril juga akan menyampaikan pendapatnya tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap bakal calon presiden Prabowo Subianto. Yusril sekaligus bagian partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) merasa perlu menyampaikan pandangannya kepada Prabowo terkait putusan tersebut, jika ingin menggandeng Gibran sebagai cawapres. Menurutnya, putusan MK dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini problematik dan cacat hukum karena ada penyelundupan di dalamnya.
"Sekiranya besok atau hari ini ada pertemuan, dan ketua ketua partai diberikan kesempatan untuk bicara, saya akan menyampaikan apa yang saya pikirkan hari ini, karena memang walaupun saya ketua partai, tetapi saya tidak dapat melepaskan diri saya sebagai akademisi dalam berbagai disiplin ilmu khususnya akademisi di bidang hukum tata negara, saya tau putusan MK itu problematik," ujar Yusril.
Karena itu, putusan kontroversial ini akan memiliki implikasi berupa persoalan legitimisasi di masa mendatang jika Koalisi Prabowo memutuskan menggandeng Gibran di Pilpres.
"Saya tahu implikasi-implikasinya dan kalau dilaksanakan bisa kontroversial dan saya akan sampaikan itu kepada rapat koalisi dan kita lihat nanti pandangan dari ketua-ketua partai yang lain, dan kita musyawarahkan. Andai pun dikatakan ya meskipun kontroversial kita jalan terus, mengajukan Pak Gibran, ya saya sebagai angota koalisi ya saya mengatakan menghormati putusan koalisi," ujarnya.