REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana bakal calon presiden Prabowo Subianto yang disebut akan meminang Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai menjadi langkah penuh risiko jika itu direaliasasikan. Pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, meskipun Prabowo berpeluang mendapatkan suara pemilih Jokowi di Pilpres sebelumnya, tetapi kemenangan masih cukup sulit didapat Prabowo.
"Mengingat Prabowo akan hadapi propaganda yang memberatkan. Pertama, Prabowo dianggap melanggengkan politik dinasti atau kekerabatan, dan ini tentu tidak sesuai dengan karakter Prabowo selama ini yang dikenal punya ideologi ksatria cukup kuat," ujar Dedi dalam keterangannya kepada Republika, Selasa (17/10/2023).
Kedua, Prabowo juga dihadapkan dengan anggarap lebih mementingkan kondisi politik dibandingkan negara, karena menunjuk cawapres bukan dari faktor kapasitas.
Selain itu, hal lain yang dihadapi Prabowo adalah terancam diganggu oleh PDIP sebagai rival Jokowi jika Gibran jadi maju cawapres. Menurutnya, Jokowi saat ini juga dilema karena akan dicap sebagai pengkhianat PDIP.
"Dan harus dicatat, pemilih PDIP sangat loyal, pada partai dan Megawati. Jika simbol kedaulatan PDIP diganggu, bukan tidak mungkin Jokowi akan alami kesulitan," ujarnya.
Karena itu, Dedi menilai Gibran bukan cawapres ideal bagi Prabowo saat ini dibandingkan kandidat cukup kuat yakni Erick Thohir atau Airlangga Hartarto. "Untuk itu, memang Gibran bukan Cawapres ideal bagi Prabowo, Prabowo sebenarnya sudah miliki kandidat yang cukup kuat, misalnya saja ada Erick Thohir atau Airlangga Hartarto," ujarnya.
Hal serupa disampaikan Pengamat dari lembaga Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno yang menilai pada realitasnya pendukung Jokowi dan Prabowo tidak sepenuhnya Solid. Hal ini karena dalam banyak hal masih saling berhadap-hadapan. Keputusan menggandeng Gibran dinilai bukan keputusan yang baik untuk mengakomodasi suara Jokowi ke Prabowo.
"Karena memang basis Jokowi dan Prabowo itu tidak sepenuhnya solid, tidak sepenuhnya bisa disatukan karena memang residu persaingan antara Jokowi dan Prabowo sejak 2014 dan 2019 itu tidak sepenuhnya hilang," ujar Adi.
Karena itu, Adi menilai tidak menampik jika ada sejumlah pihak yang memprediksi jika akan terjadi perpindahan pendukung Prabowo ke calon lain, jika Menteri Pertahanan itu menggandeng Gibran. Apalagi jika isu perpindahan ini dikuatkan dengan adanya survei mengenai kecenderungan basis suara pemilih di Pilpres 2024.
"Saya kira survei itu harus dijadikan acuan dan cerminan bagaimana persepsi publik terjadi saat ini terutama setelah ada isu soal kemungkinan duet Prabowo dan Gibran ya. Kalau survei yang dimaksud itu betul tentu layak untuk dicermati, apalagi jika ada potensi migrasi pemilih Jokowi dan Prabowo tidak bisa nyatu tentu layak untuk dihitung dan dikalkulasi ulang," ujarnya.