REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH— Peneliti independen, jurnalis lepas yang berfokus pada isu Palestina, Ramona Wadi menulis sebuah kolom yang dimuat di Middle East Monitor, Selasa (10/10/2023).
Dia menguraikan tentang bagaimana komunitas internasional berhati-hati untuk menghindari topik Palestina dan malah berfokus pada narasi keamanan Israel serta hak Israel untuk membela diri.
"Sebagai kekuatan pendudukan, mereka tidak mempunyai hak untuk mengklaim pembelaan diri terhadap orang-orang yang hidup di bawah pendudukan," kata Ramona Wadi, dikutip dari Middle East Monitor.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan sangat tertekan dengan konflik Israel dan Palestina. Namun, hukuman kolektif terhadap warga Palestina juga masuk dalam agenda kemanusiaan PBB, yang telah ada sejak berdirinya Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina pada Desember 1949.
"Memaksa warga Palestina di Gaza mengalami kelaparan dan kekurangan yang belum pernah terjadi sebelumnya hanya akan memperkuat kebutuhan mereka akan bantuan kemanusiaan," kata Wadi.
Menurut Wadi, ketika komunitas internasional berbicara tentang bantuan dan pendanaan kemanusiaan, yang dampaknya selalu dapat diabaikan jika dibandingkan dengan kekerasan kolonial Israel, fokusnya selalu salah tempat, yakni narasi keamanan Israel harus dipertahankan, dan kebutuhan kemanusiaan Palestina selalu menjadi hal yang terpikirkan.
Lebih lanjut, Wadi mengungkapkan, menormalisasi narasi keamanan Israel juga berarti menormalisasi penderitaan yang dihadapi warga Palestina akibat kekerasan kolonial. Karena itu, ketika Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengumumkan blokade total dan menyebut warga Palestina sebagai manusia binatang, tidak ada rasa terkejut di komunitas internasional atas dehumanisasi terhadap rakyat Palestina ini.
"Karena PBB telah lama menetapkan posisinya sebagai pihak yang bersedia membantu kekerasan kolonial, baik dengan membantu Israel secara aktif, tetap diam, atau mengeluarkan resolusi yang tidak mengikat untuk tujuan referensi yang sia-sia di masa depan," jelas Wadi.
Dia juga menyebut, orang-orang Palestina selama ini diasosiasikan dengan bantuan kemanusiaan. Sementara itu, politik hukuman kolektif dan bantuan kemanusiaan terjalin dengan baik untuk mendukung upaya besar PBB dalam memastikan penerapan hak asasi manusia tetap selektif.
Baca juga: Gaza Masih Memanas, Baca Doa Qunut Nazilah ini Agar Allah SWT Lindungi Palestina
"Guterres tidak sangat tertekan atau bahkan sedikit pun khawatir dengan pengumuman Gallant. Agar pemerintah Israel mengumumkan pengepungan total terhadap Gaza tanpa menimbulkan dampak internasional sedikit pun, apalagi dampaknya, diperlukan normalisasi terlebih dahulu yang merampas kebutuhan dasar warga Palestina. Begitulah cara Gallant menyebut orang-orang Palestina sebagai manusia binatang," tutur Wadi.
Wadi juga menguraikan pandangan PBB terhadap Israel. Dehumanisasi terhadap Palestina oleh PBB dimulai pada beberapa dekade yang lalu dengan diterimanya Israel sebagai negara anggota PBB dan kekerasan yang dilakukan oleh kolonial pemukim.
Baca juga: Daftar Produk-Produk Israel yang Diserukan untuk Diboikot, Cek Listnya Berikut Ini
"Dengan kolonialisme yang mendikte apa yang menimpa warga Palestina dan PBB mengikuti irama kolonial pemukim, agenda kemanusiaan yang tidak manusiawi sama berbahayanya dengan pengepungan Israel di wilayah tersebut. Yang satu mendukung yang lain, sambil memastikan bahwa warga Palestina terjebak," katanya.
Hingga berita ini ditulis, sedikitnya 2.370 warga Palestina di Jalur Gaza telah meninggal akibat serangan Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023 lalu. Sementara warga Israel yang tewas akibat serangan Hamas mencapai setidaknya 1.300 jiwa.
Saat ini kehidupan warga di Jalur Gaza diperburuk karena ketiadaan pasokan pangan, listrik, air, dan barang-barang esensial lainnya. Israel diketahui telah memberlakukan blokade total terhadap wilayah tersebut.