REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Mantan perdana menteri Israel Ehud Barak mengatakan, kelompok Hamas tidak dapat ditumpas atau dilenyapkan sepenuhnya. Hal itu karena Hamas sudah mengakar kuat di hati dan pikiran rakyat Palestina, khususnya yang tinggal di Jalur Gaza.
“Kita tidak bisa sepenuhnya melenyapkan Hamas. Hamas adalah gerakan ideologis yang ada dalam mimpi, hati, dan pikiran rakyat (Palestina),” ujar Barak dalam sebuah wawancara dengan Ynet News, Senin (16/10/2023).
Terkait pertempuran yang sedang berlangsung saat ini, Barak mengungkapkan, tindakan yang bisa diambil Israel adalah mengamputasi seluruh kemampuan operasional Hamas di Jalur Gaza. “Ini tugas yang cukup rumit, sehingga harus menjadi fokus,” ucap tokoh yang menjabat perdana menteri Israel pada 1999-2001 tersebut.
Barak mengatakan, Israel memiliki keinginan melenyapkan kemampuan militer Hamas. “Kami juga berharap Otoritas Palestina atau entitas lain mana pun dapat dikembalikan ke sana (Jalur Gaza), karena tidak ada tempat bagi Hamas di pemerintahan Gaza juga,” ujar Barak.
Terkait potensi pecahnya pertempuran dengan kelompok Hizbullah di Lebanon, Barak mengatakan, Israel tidak tertarik membuka front kedua. Dia menganjurkan Hizbullah agar tidak mengambil tindakan yang dapat mengarah pada terciptanya front konfrontasi baru.
“Ada kemungkinan Iran akan mendorong Hizbullah untuk membuka front kedua, dan baku tembak yang terjadi setiap hari selama dua hari terakhir dapat menyebabkan kemunduran,” ujar Barak
Menurutnya, sikap Israel yang tetap fokus pada situasi di Jalur Gaza dan tak terpancing membuka fron pertempuran kedua di perbatasan Lebanon merupakan langkah tepat. “Anda ingin melenyapkan Hamas. Hamas tidak berada di utara, tapi di Gaza,” ucapnya.
Pada Senin lalu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memperingatkan kelompok Hizbullah agar berhenti melancarkan serangan terhadapnya. IDF menyatakan siap memberikan respons mematikan jika Hizbullah terus melakukan hal tersebut.
“Hizbullah melakukan sejumlah serangan kemarin untuk mencoba mengalihkan upaya operasional kami (menjauh dari Jalur Gaza), di bawah arahan dan dukungan Iran, sekaligus membahayakan negara Lebanon dan warganya,” kata Juru Bicara IDF Daniel Hagari, dikutip Times of Israel.
Dia mengungkapkan, IDF telah menambah jumlah personelnya di perbatasan utara dengan Lebanon dan merespons beberapa serangan yang dilancarkan dari negara tersebut. “Jika Hizbullah berani menguji kami, reaksinya akan mematikan. AS memberi kami dukungan penuh,” ujar Hagari.
Pada Ahad (15/10/2023) lalu, IDF mengatakan pihaknya telah mengisolasi wilayah hingga empat kilometer dari perbatasan dengan Lebanon. Warga sipil dilarang memasuki wilayah yang diisolasi tersebut. Langkah tersebut diambil di tengah baku tembak antara pasukan Israel dan Hizbullah.
Hizbullah yang didukung Iran telah melancarkan tiga serangan di wilayah perbatasan Israel. Serangan mereka dilaporkan telah mengakibatkan seorang warga sipil Israel dan seorang perwira militer Israel tewas.
Pekan lalu, Wakil Ketua Hizbullah Naim Qassem mengatakan bahwa seruan internasional dan regional agar kelompoknya tidak terlibat dalam konflik Hamas-Israel tidak akan diindahkan. “Seruan di balik layar yang dilakukan oleh negara-negara besar, negara-negara Arab, utusan PBB, yang secara langsung dan tidak langsung meminta kami untuk tidak ikut campur tidak akan berpengaruh,” kata Qassem seperti dikutip oleh Hizbullah TV Al Manar.
Dia menegaskan, Hizbullah mengetahui tugasnya dengan sangat baik. Kami siap dan siaga, sepenuhnya siap,” ujar Qassem.
Israel dan Lebanon terakhir kali terlibat dalam konflik terbuka pada 2006. Kedua negara secara resmi tetap berperang, dengan penjaga perdamaian PBB berpatroli di perbatasan darat.
Pada Mei 2000, tentara Israel mengumumkan penarikannya dari sebagian besar wilayah Lebanon selatan setelah dua dekade pendudukan. Namun, Israel masih mempertahankan pendudukannya di wilayah kecil yang diklaim oleh Lebanon. Wilayah tersebut dikenal sebagai Perkebunan Shebaa.