Rabu 18 Oct 2023 05:57 WIB

Banyak Taman dan Wilayah Kekeringan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Kondisi kekeringan di Indonesia telah diprediksi sejak Februari oleh BMKG.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Warga beraktivitas di Taman Langsat, Jakarta Selatan, Senin (11/9/2023). Menurut petugas, kondisi Taman Langsat mengalami kekeringan usai dilanda musim kemarau sejak dua bulan yang lalu. Hal tersebut mengakibatkan danau buatan di taman tersebut surut, serta kondisi rumput yang kering.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga beraktivitas di Taman Langsat, Jakarta Selatan, Senin (11/9/2023). Menurut petugas, kondisi Taman Langsat mengalami kekeringan usai dilanda musim kemarau sejak dua bulan yang lalu. Hal tersebut mengakibatkan danau buatan di taman tersebut surut, serta kondisi rumput yang kering.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cuaca panas terik yang dialami beberapa wilayah di Indonesia membuat taman dan juga tempat lainnya mengalami kekeringan. Hal ini diakui oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. 

Menurutnya, peringatan dini akan terjadi kondisi kering seperti saat ini sudah diumumkan ke publik, bahkan sudah diprediksi sejak Februari 2023. Diprediksi bahwa Indonesia akan mengalami kering mulai Juli 2023 hingga akhir Oktober 2023, dan akan terjadi hujan sekitar November 2023 di sebagian besar wilayah Indonesia. 

Baca Juga

"Hal ini cocok dengan prediksi BMKG," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (16/10/2023). 

Dia mengatakan, musim kemarau kali ini dipengaruhi oleh angin yang berasal dari Australia. Namun kali ini kemaraunya disertai dengan anomali. 

“Lazimnya, dipengaruhi oleh angin dari Australia yang kering. Tapi sekarang tidak lazim, ada anomali karena dipengaruhi oleh anomali iklim yang disebut El Nino, akibat adanya anomali kenaikan suhu muka air laut di Samudra Pasifik bagian ekuator timur,” ujarnya.

Tidak hanya itu saja, ada nomali kedua yaitu anomali iklim akibat suhu muka air laut di Samudra Hindia bagian ekuator barat yang juga lebih panas. "Sehingga awan-awan ini lebih banyak terbentuk di Samudra Pasifik dan di Samudra Hindia. Jadi kita kekurangan awan, kita ‘miskin’ awan," ujarnya.

Menurut dia, awan-awan hujannya tidak ada atau minim terjadi di khatulistiwa dan wilayah Indonesia bagian selatan. Misal Sumatra Selatan, Jambi, Lampung, Jawa, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. 

"Kita kekurangan awan, akibatnya sinar matahari langsung menyinari ke bumi tanpa ada penghalang awan. Kalau ada awan penyinaran matahari tidak langsung ke bumi," ujarnya.

Selain itu, Dwikorita menyebut saat ini gerak semu matahari juga berada di selatan khatulistiwa, kurang lebih ada di atas wilayah Indonesia bagian selatan, sehingga mataharinya makin menyengat karena posisinya pas di wilayah Indonesia Selatan dan tidak ada awan. "Jadi kita saat ini yang berada di Wilayah Indonesia bagian selatan langsung terpapar sinar matahari," ujarnya.

Pengaruh El Nino, Indian Ocean Dipole Positif, dan gerak semu matahari ini membuat suhu makin relatif lebih panas dan kekeringan terjadi di mana-mana. Kekeringan disebabkan hujan yang tak kunjung datang. 

"Hujannya tidak ada karena awannya sudah banyak terbentuk di Samudra Pasifik dan Hindia. Kita di wilayah Indonesia bagian selatan nyaris osong awannya," ujarnya.

BMKG sudah menyampaikan ke berbagai pihak termasuk pemerintah daerah dan kementerian terkait potensi kekeringan ini sejak Februari 2023. “Kekeringannya sudah diramalkan dan terjadi benar," ujarnya. 

Oleh karena itu, beberapa persiapan sudah dilakukan sejak Februari 2023 sampai hari ini. "Kami melakukan penyemaian awan-awan hujan dengan menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mempercepat dan mengarahkan turunnya hujan sejak bulan Februari lalu, guna membasahi lahan kering karena sudah tahu sebelumnya tidak kaget," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement