REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasa kesepian dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi mengidap penyakit Parkinson. Studi baru menemukan, orang yang dilanda kesepian memiliki kemungkinan 37 persen didiagnosis menderita penyakit Parkinson.
Hal itu diungkap dalam studi baru yang diterbitkan di JAMA Neurology. Jika biasanya kesepian dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena demensia dan alzheimer, para peneliti hendak mencari tahu dampaknya terhadap penyakit Parkinson.
"Penelitian ini pada dasarnya mencoba mencari tahu apakah kita juga bisa melihat hal yang sama pada penyakit Parkinson," ujar profesor neurologi dan kepala divisi gangguan pergerakan di Fakultas Kedokteran Universitas North Carolina, Nina Browner, dikutip dari laman Health, Rabu (18/10/2023).
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif, yakni sebagai akibat proses penuaan sistem saraf. Pengidapnya bisa mengalami gangguan motorik dan keseimbangan tubuh, ditandai dengan tremor, gangguan koordinasi tubuh, dan kaku otot.
Penelitian ini tidak secara langsung menyebut bahwa kesepian mutlak menyebabkan penyakit Parkinson, namun itu bisa menjadi dampak negatif yang dapat timbul karena kesepian. Menurut peneliti, hasil itu penting karena saat ini banyak orang dilanda epidemi kesepian.
Studi menggunakan data dari 491.603 peserta dalam kelompok Biobank di Inggris, yang mengisi kuesioner antara tahun 2006 dan 2010. Kelompok tersebut diminta untuk memberikan jawaban ya atau tidak apakah mereka merasa kesepian.
Selama periode 15 tahun, para peneliti mengamati berapa banyak partisipan yang didiagnosis menderita penyakit Parkinson. Dari sana, tim meninjau apakah ada perbedaan risiko terkena penyakit Parkinson berdasarkan kesepian.
Penulis studi, Antonio Terracciano, menyebutkan para peserta studi berusia antara 38 hingga 73 tahun. Sebanyak 54 persen di antaranya adalah perempuan. Kesepian lebih umum terjadi pada perempuan, orang yang berusia lebih muda, orang dengan tingkat pendidikan lebih rendah, serta orang yang memiliki kondisi kesehatan mental dan fisik tertentu.
Seperti yang sudah disebutkan, orang yang kesepian memiliki risiko 37 persen lebih besar terkena Parkinson. Setelah memperhitungkan faktor risiko penyakit Parkinson lainnya, seperti genetika dan kondisi kesehatan lainnya, orang yang kesepian masih mengalami peningkatan risiko sebesar 25 persen.
Terracciano yang merupakan profesor di departemen geriatri di Florida State University College of Medicine mengatakan hubungan antara kesepian dan Parkinson konsisten pada jenis kelamin dan usia. Namun, para ahli mencatat beberapa kemungkinan keterbatasan penelitian terkait kualitas data.
Data yang ada mungkin tidak tepat karena diagnosis yang salah. Bisa juga, diagnosis mungkin terlewat jika seseorang tidak memeriksakan diri ke dokter dan menunjukkan gejala. Selain itu, mungkin saja kesepian didefinisikan secara berbeda.
Secara umum, penelitian tersebut hanyalah eksplorasi atau titik awal yang membuktikan ada semacam hubungan antara kesepian dan kesehatan otak. Salah satu gagasan yang mungkin adalah bahwa kesepian adalah gejala awal penyakit Parkinson.
Para peneliti menduga bahwa kesepian mungkin berhubungan dengan penyakit Parkinson pada tingkat yang sama seperti kecemasan, apatis, kelelahan, dan depresi. Namun, setelah memperhitungkan depresi dalam analisis, kesepian masih dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit.
"Kami pikir tekanan emosional yang terkait dengan kesepian inilah yang menjadi faktor penyebabnya. Perasaan tertekan ini dapat mengikis kemampuan otak untuk melawan faktor genetik, atau hal lain yang dapat menyebabkan penyakit Parkinson," kata Terracciano.