REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker paru-paru identik dengan konsekuensi dari kebiasaan merokok sehingga kaum pria yang sering diminta untuk mewaspadainya. Padahal, tidak selalu demikian. Para perempuan juga perlu mewaspadainya, terlebih dengan adanya hasil studi terbaru.
Penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan di American Cancer Society (ACS) menunjukkan peningkatan kejadian kanker paru-paru pada perempuan dibandingkan pria. Pada 2017, lonjakan tercatat di antara perempuan berusia 50 hingga 54 tahun di Amerika Serikat.
Temuan tersebut dipublikasikan di Journal of American Medical Association (JAMA) Oncology. Dikutip dari laman News-Medical, Rabu (18/10/2023), para peneliti belum mengetahui secara pasti penyebab kondisi itu, yang membalikkan pola historis.
Padahal, prevalensi merokok yang merupakan faktor risiko utama kanker paru-paru di AS tetap tercatat lebih tinggi pada para lelaki berusia muda dibandingkan perempuan muda. Demikian pula dengan faktor risiko lain seperti paparan akibat pekerjaan. Namun, studi yang bersifat cross-sectional tetap menemukan hasil berbeda.
Para peneliti menganalisis data kejadian berbasis populasi pada kanker paru-paru dan bronkus yang didiagnosis dari tahun 2000 hingga 2019. Tepatnya, dari program Pengawasan, Epidemiologi, dan Hasil Akhir (SIER) National Cancer Institute, yang mencakup hampir 50 persen populasi AS.
Kasus dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan usia dengan penambahan lima tahun dan tahun diagnosis. Hasil penelitian menunjukkan penurunan angka kejadian kanker paru antara tahun 2000-2004 dan 2015-2019 lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Itu menyebabkan angka kejadian lebih tinggi pada perempuan berusia 35-54 tahun. Di antara individu berusia 50-54 tahun, misalnya, angka kematian per 100 ribu orang/tahun menurun sebesar 44 persen pada pria dibandingkan dengan 20 persen pada perempuan.
Akibatnya, rasio angka kejadian kanker pada perempuan terhadap laki-laki meningkat dari 0,73 pada tahun 2000-2004 menjadi 1,05 pada tahun 2015-2019. Namun, pada individu berusia 55 tahun atau lebih, angka kejadian pada perempuan tetap lebih rendah.
Di antara penduduk berusia 70 hingga 74 tahun, misalnya, rasio angka kejadian perempuan terhadap laki-laki meningkat dari 0,62 pada tahun 2000-2004 menjadi 0,81 pada tahun 2015-2019. Penulis utama studi, Ahmedin Jemal, menyarankan upaya lebih gencar untuk memitigasi tingginya beban penyakit pada perempuan muda dan paruh baya.
Misalnya, mempromosikan penghentian tembakau di tingkat penyedia layanan kesehatan dan komunitas, juga meningkatkan akses terhadap bantuan dan program penghentian tembakau. Perlu juga meningkatkan skrining kanker paru-paru pada perempuan yang memenuhi syarat.
"Selain itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan alasan tingginya kejadian kanker paru-paru pada wanita muda dan paruh baya," ujar wakil presiden senior, ilmu pengawasan, dan kesetaraan kesehatan di ACS itu.