REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Jumlah kematian anak-anak Palestina telah melampaui 1.000 orang sejak Israel melancarkan serangan udara mematikan selama lebih sepekan di Gaza sejak 7 Oktober lalu, demikian ungkap LSM Defence for Children International (DCI).
Dilansir laman Middle East Eye, Rabu (18/10/2023), DCI melaporkan bahwa pemboman Israel di wilayah yang terkepung itu telah menewaskan lebih dari 100 anak per hari, atau satu anak setiap 15 menit. DCI melaporkan dampak emosional bagi anak-anak atas peristiwa perang ini sangat besar.
Serangan tersebut terjadi setelah serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana para pejuang Palestina yang dipimpin oleh Hamas menerobos pagar pembatas Israel. Aksi tersebut menewaskan lebih dari 1.400 warga Israel.
Jalur Gaza memiliki luas sekitar 365 km persegi, dan merupakan rumah bagi 2,3 juta penduduk Palestina. Di mana sekitar setengahnya adalah anak-anak. Jumlah total korban meninggal di Gaza akibat pemboman Israel sejak dimulainya perang telah mencapai 2.808 orang.
LSM ini menekankan bahwa angka-angka tersebut, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Palestina, yang hanya mencakup orang-orang yang dirawat di rumah sakit. Dengan perkiraan sekitar 1.000 warga Palestina masih berada di bawah reruntuhan menurut Kementerian Dalam Negeri, jumlah korban yang meninggal kemungkinan besar akan lebih tinggi.
DCI mengatakan bahwa terputusnya pasokan listrik dan bahan bakar ke Gaza berarti anak-anak Palestina menderita dampak psikologis dari "krisis kemanusiaan yang semakin mengerikan".
Kurangnya listrik telah memperburuk kelangkaan makanan, membuat pendinginan tidak mungkin dilakukan. Selain itu, terputusnya pasokan air ke Gaza berarti banyak anak-anak yang kini beralih ke sumber air yang terkontaminasi, menurut Unicef.
"Dampak dari perang ini tidak hanya berdampak pada korban yang berjatuhan... tetapi juga dampak psikologis bagi kami warga sipil dan anak-anak kami," ujar Mohammad Abu Rukbeh, seorang peneliti senior lapangan Gaza di DCI cabang Palestina.
Menurut LSM tersebut, dampak psikologis pada anak-anak yang selamat dari serangan udara di Gaza, juga diperparah oleh trauma yang sudah ada sebelumnya. Yakni akibat pengepungan wilayah ini selama 16 tahun lamanya.
Sebelum serangan saat ini, satu dari empat anak Gaza sudah membutuhkan dukungan psikososial. Sementara lebih dari separuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk kelangsungan hidup mereka. Kemudian empat dari lima di antaranya hidup dalam depresi, kesedihan, dan ketakutan.
"Dampak emosional bagi anak-anak ini sangat besar, karena mereka tidak hanya bergulat dengan rasa sakit dari situasi saat ini di kota mereka, tetapi juga dengan tantangan yang menakutkan dalam menjalani kehidupan tanpa dukungan dasar dari keluarga mereka," kata LSM tersebut.