REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke Beijing, China, kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam Belt and Road Initiative (BRI) pada masa mendatang. Kerja sama itu diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua negara, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik.
Dalam kunjungannya itu, Jokowi turut menghadiri pembukaan Belt and Road Forum (BRF) ke-3 pada Rabu (18/10/2023). Dalam sambutannya, Jokowi mengapresiasi perkembangan kerja sama Indonesia dan China terkait BRI.
Menurut dia, di tengah kondisi global yang tidak menentu ini, ia berharap agar kerja sama tersebut tidak dipolitisasi dan harus berlandaskan prinsip kemitraan yang setara dan saling menguntungkan. Penggunaan sistem pendanaan yang transparan, penyerapan tenaga kerja lokal dan pemanfaatan produk dalam negeri merupakan aspek penting dalam keberlanjutan proyek BRI.
"Kerja sama ini harus dipastikan untuk jangka panjang, guna memperkokoh fondasi ekonomi negara mitra. Bukan justru mempersulit kondisi fiskalnya,” ujar Jokowi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Forum Bisnis Indonesia - China telah menghasilkan kesepakatan kerja sama senilai Rp 204 triliun. Erick bahkan menyebut masih ada potensi kerja sama hingga Rp 455 triliun dengan China.
Menurut dia, Belt and Road Initiative Forum antara Indonesia dan China adalah forum yang positif. "Pertumbuhan investasi dari China ke Indonesia jika ditilik dari 2013, kurang lebih berada di angka 280 juta dolar AS, tetapi saat ini sudah mencapai angka 8,6 miliar dolar AS. Artinya ini signifikan," katanya menjelaskan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan investasi China di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Investasi tersebut telah mendorong pengembangan industri dan kawasan ekonomi khusus di Tanah Air.
Menurut dia, investasi China di Indonesia pada semester I 2023 ini sudah lewat dari 3,8 miliar dolar AS.
Karena itu, dia menyebut kerja sama BRI ini akan terus mendorong pengembangan-pengembangan industri ataupun kawasan ekonomi, khususnya di wilayah Sumatra Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi, dan Bali.
"Kerja sama ini diperlukan oleh Indonesia, terutama terkait pengembangan industri, pengembangan teknologi, inovasi, dan pengembangan sumber daya manusia," tuturnya.