Kamis 19 Oct 2023 14:52 WIB

Kepala Polisi Israel: Siapa yang Menentang Perang akan Dikirim ke Gaza

Tidak ada toleransi untuk mereka yang melakukan protes dan mengecam Israel.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Unit artileri Israel menembak ke arah Gaza di sepanjang perbatasan di Israel selatan, Rabu (11/10/2023).
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Unit artileri Israel menembak ke arah Gaza di sepanjang perbatasan di Israel selatan, Rabu (11/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kepala polisi Israel, Kobi Shabtai mengancam akan mengirim demonstran anti-perang ke Gaza. Komentar Shabtai muncul dalam video yang diunggah di saluran TikTok milik polisi Israel pada Selasa (17/10/2023) Media Israel mengangkatnya pada hari Rabu setelah polisi membubarkan unjuk rasa di Haifa untuk mendukung Gaza, dan menangkap enam orang.

"Siapapun yang ingin menjadi warga negara Israel, kami terima.Siapa pun yang ingin mengidentifikasi diri dengan Gaza dipersilakan.  Saya akan memasukkannya ke dalam bus menuju ke sana sekarang," ujar Shabtai, dilaporkan Aljazirah.

Baca Juga

Dalam video pendek tersebut, Shabtai juga mengatakan, tidak ada toleransi untuk melakukan protes dan mengecam Israel. "Dalam keadaan perang, kami tidak berada dalam situasi di mana kami akan membiarkan berbagai macam orang datang dan menguji kami," ujar Shabtai.

Juru bicara Kepolisian Israel, Eli Levy mengatakan kepada Radio Angkatan Darat, sejak dimulainya perang Hamas-Israel, 63 orang di Israel telah ditangkap karena dicurigai mendukung Palestina. Pejabat kepolisian mengatakan kepada situs berita Ynet pada Rabu (18/10/2023), mereka menjelajahi media sosial untuk menemukan warga Palestina di Israel yang menyatakan dukungan kepada Hamas.

Israel telah memberlakukan pengepungan total di Gaza dengan memutus akses terhadap makanan, air, listrik dan bahan bakar bagi 2,3 juta penduduk di wilayah tersebut setelah pejuang Hamas melancarkan serangan mengejutkan ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023.

Sejak serangan mengejutkan Hamas, Israel telah membombardir Gaza dari udara yang menghancurkan rumah warga sipil dan bangunan lainnya. Pihak berwenang Palestina mengatakan, lebih dari 3.400 orang wafat dan lebih dari 12.000 lainnya terluka dalam serangan Israel.

“Setelah Operasi Penjaga Tembok (perang tahun 2021 dengan Gaza, yang menyaksikan banyak bentrokan Arab-Yahudi di kota-kota campuran), kami mengambil pelajaran dari pengalaman kami, dan mendirikan ‘ruang perang’ untuk melawan hasutan semacam itu,” kata Asisten Komisaris Polisi Israel, Dror Asraf.

“(Hari ini, operasi tersebu) mengidentifikasi hasutan atau perencanaan online atau informasi operasional apa pun yang kami identifikasi di semua platform, yang bertujuan mengganggu ketertiban umum dan merugikan orang lain," kata Asraf.

Sementara itu, panel etika parlemen Israel telah memutuskan untuk memberhentikan anggota parlemen sayap kiri, Ofer Cassif, karena pernyataannya yang dianggap anti-Israel. Cassif pernah memberikan wawancara dan menuduh pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memberlakukan serangan di Gaza, yang serupa dengan “Solusi Akhir” Nazi terhadap orang-orang Yahudi di Eropa.

Pada kesempatan lain, Cassif mengatakan kepada media asing bahwa Israel menginginkan kekerasan ini terjadi. Menurut Jerusalem Post, Cassif telah ditangguhkan selama 45 hari.

Dalam postingan media sosial yang diunggah pada Rabu, Cassif menyebut keputusan Knesset sebagai pengekangan terhadap kebebasan berekspresi politik.

"Pernyataan politik yang menentang pendudukan dan perang bukanlah pernyataan yang menentang Israel, karena perdamaian dan keadilan juga bermanfaat bagi Israel dan penduduknya,” kata Cassif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement