Kamis 19 Oct 2023 19:31 WIB

Pejabat Senior Deplu AS Mundur karena tak Sreg dengan Kebijakan Biden Terkait Israel-Hamas

Biden dengan jelas menyatakan dukungan kepada Israel.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara  dengan Presiden AS Joe Biden saat bertemu di Tel Aviv., Rabu, 18 Oktober 2023.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dengan Presiden AS Joe Biden saat bertemu di Tel Aviv., Rabu, 18 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pengunduran dirinya pada Rabu (18/10/2023) malam. Josh Paul mundur karena kurang sreg dengan pendekatan pemerintahan Presiden Joe Biden terhadap perang Israel-Palestina.

“Biar saya perjelas, serangan Hamas terhadap Israel bukan hanya sebuah keburukan, ini adalah keburukan dari keburukan,” kata Paul dalam sebuah surat, yang diunggah di platform media sosial, X oleh Brian Finucane, penasihat senior di Crisis Group.

Baca Juga

“Tetapi saya percaya dengan sepenuh hati bahwa tanggapan yang diambil Israel, dan dukungan Amerika terhadap tanggapan tersebut, dan terhadap status quo pendudukan, hanya akan menyebabkan penderitaan yang lebih besar dan lebih dalam bagi rakyat Palestina, dan ini bukan kepentingan jangka panjang Amerika," ujar Paul.

Paul bekerja selama lebih dari 10 tahun di Biro Urusan Politik-Militer Departemen Luar Negeri, yang bertugas menyetujui transfer senjata ke negara lain.  Dalam sebuah wawancara dengan Huffington Post, Paul mengatakan, dia memutuskan untuk mengundurkan diri karena tidak dapat mengubah kebijakan pemerintah.

“Saya tidak dapat mengubah apa pun, saya mengundurkan diri," ujar Paul.

Biden dengan jelas menyatakan dukungan kepada Israel ketika bertemu dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Tel Aviv. Biden juga dengan tegas mendukung narasi Israel yang belum terbukti mengenai peristiwa ledakan yang melanda Rumah Sakit al-Ahli Baptis di Gaza pada Selasa (17/10/2023) malam.

Israel menuduh roket milik kelompok perlawanan Palestina menyasar rumah sakit tersebut. Namun pernyataan Israel ini tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya.

Pengeboman rumah sakit tersebut merupakan serangan paling dahsyat yang merenggut nyawa sedikitnya 471 warga sipil Palestina. Serangan itu menimbulkan kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh dunia Muslim dan menyebabkan Yordania membatalkan pertemuan puncak di Amman yang dijadwalkan untuk mempertemukan para pemimpin Palestina, Yordania, Mesir, dan Amerika Serikat.

Surat kabar Huffington Post sebelumnya melaporkan, beberapa pejabat Biden yang ingin Washington mendorong Israel menahan diri ketika membom Gaza, merasa takut untuk bersuara. Pekan lalu, Middle East Eye melaporkan, pernyataan Gedung Putih mengenai seruan gencatan senjata mengirimkan pesan mengerikan kepada anggota parlemen progresif dan aktivis anti-perang.

“Saya tidak dapat mendukung serangkaian keputusan kebijakan besar, termasuk mengerahkan lebih banyak senjata ke satu pihak yang berkonflik, yang saya yakini bersifat picik, destruktif, tidak adil, dan bertentangan dengan nilai-nilai yang kita anut secara terbuka,” kata Paul dalam suratnya.

Paul mengatakan kepada HuffPost bahwa, dia beruntung karena dia sedang cuti sebelum mengambil keputusan. “Jika saya tidak mengambil cuti, saya akan dipecat," ujarnya

Pengunduran diri tersebut mencerminkan keputusan serupa yang dibuat oleh beberapa pejabat AS yang mengundurkan diri sebagai protes atas invasi Amerika ke Irak pada 2003. Serangan udara Israel telah menyebabkan 3.500 warga sipil meninggal dunia, termasuk lebih dari 1.000 anak-anak dan 1.000 wanita.

Pemerintahan Biden saat ini sedang menyusun rancangan undang-undang bantuan luar negeri yang mencakup pemberian bantuan senilai 10 miliar dolar AS untuk Israel. Selain paket bantuan, AS juga telah mengerahkan dua kelompok kapal induk ke Mediterania Timur dan telah menyiapkan 2.000 tentara Amerika untuk dikerahkan guna mendukung Israel, saat negara tersebut bersiap untuk melakukan invasi darat ke Gaza.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement